Jumat, 16 Januari 2015




BAB 1
Napak Tilas Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
 Kasus-kasus Pelanggaran HAM

Berbicara tentang pelanggaran HAM, tentu saja kita masih ingat akan beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini diantaranya :
a. Kerusuhan tanjung priok
b. DOM di aceh
c. Aksi penembakan misterius / petrus disepanjang tahun 80an
d. Tragedi Tri Sakti
e. Tragedi semangi I dan II
f. dan kasus terbunuhnya tokok aktifis HAM "Munir"

Perlindungan dan Pemajuan HAM
1. Hakikat Hak Asasi Manusia
Hakikat Hak Asasi Manusia adalah hak persamaan dan Hak kebebasan, sedangkan pengertian Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia ( pasal 1 UU NO 39 th 1999).
Hakikat penghormatan dan penegakan HAM ialah menjaga keselamatan eksitensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbngan antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan ciri pokok hakikat HAM yaitu; HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis semenjak dia dilahirkan, HAM berlaku untuk semua orang/universal, HAM tidak boleh dilanggar

2. Upaya Pemajuan HAM di Indonesia

Dapat di bagi kedalam beberapa periode
a. Periode tahun 1945 - 1950
   Secara formal pengakuan tentang HAM sudah di legitimasi didalam konstitusi/UUD yang berlaku pada periode ini yaitu UUD 1945 dan Konstitusi RIS. Hak asasi yang paling menonjol yakni hak untuk merdeka dan kebebasan berorganisasi, diawal kemerdekaan pemerintah mendorong rakyat untuk membuat partai dan di tahu 1948 Belanda mengakui kemerdekaan RI.
b. Periode Tahun 1950 - 1959
    Ham pada masa ini mengalami pasang dan menikmati bulan madu kebebasab dengan di tandai : 1)berdirinya partai yang banyak dan ber Idiologi yang berbeda-beda 2)Adanya kebebasan Pers 3)Dilaksanakannya PEMILU yang pertama pada 29 september 1955 4)Terbentuknya parlemen/MPR melalui PEMILU 5)Adanya kebebasan terhadap ide atau pemikiran tentang HAM
c. Periode 1959 - 1966
    Pada masa ini terjadi pembatasan yang ketat dari pemerintah terhadap hak sipil dan hak politik sebagai imbas pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, dengan kata lain Ham mengalami kemunduran/tidak berkembang bahkan cenderung di hilangkan
d. Periode 1966 - 1998
    Diawal peralihan pemerintahan perhatian tentang HAM sangat besar, namun di era tahun '70 sampai dengan '80 Ham mengalami kemunduran, pemerintah pada waktu itu menolak pemikiran tentang Ham karena Ham merupakan produk pemikiran Barat ( negara-negara sekutu USA) yang mana bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Pada masa ini pemerintah bersifat mempertahankan produk hukum, yang pelaksanaannya banyak yang bertentangan dengan Ham ( maraknya kasus-kasus pelanggaran Ham ). Namun di akhir periode ini pemerintah memberi ruang gerak Ham dengan membentuk KOMNASHAM.
e. Periode Tahun 1998 - Sekarang
    Merupakan momentum kebangkitan HAM dengan di tandainya semangat Reformasi, namun pelaksanaan kebebasan HAM itu banyak yang tidak selaras dengan nilai-nilai luhur bangsa.

Dasar Hukum HAM di Indonesia
Terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan HAM, secara hirarkis peraturan tersebut terdapat dalam UUD 1945, Tap MPR, UU dan peraturn pelaksana UU
1. Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara
    Konstitusi yang pernah berlaku di Negara kita adalah UUD 1945, KRIS, UUDS 1950, UUD 1945 Amandmen dalam konstitusi-konstitusi tersebut pengaturan tentang ham ada di dalam pasal-pasalnya. UUD 1945 ada pada pasal 27 - 34, KRIS pada pasal 7 - 28, UUDS 1950 ada pada pasal 19 - 31, 41-42
2. Pengaturan Ham dalam Ketetapan MPR 
    ada dalam TAP MPR Nomor XVII tahun 1998
3. Pengaturan HAM dalam Undang-Undang
    contohnya UU No 39 th 1999, UU No 40 th 1999, UU No 26 th 2000, UU No 9 th 2004 dll
4. Pengaturan HAM dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
    contohnya perpu no 1 th 1999, kepres No 181 th 1998, kepres No 50 th 1993 dll
Demokrasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum merupakan instrumen bahkan prasyarat bagi jaminan perlindungan dan penegakan HAM

Upaya Pemerintah dalam Menegakan AM

Untuk mencagah terjadinya pelanggaran HAM maka pemerintah membentuk; KOMNAS HAM, Membuat produk hukum yang mengatur tentang HAM dan membentuk pengadilan Hukum

Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia
Kendala atau hambatan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM
Kondisi sosial budaya yang berbeda, Luasnya wilayah sehingga informasi kurang merata, adanya kebijakan yang memancing pro dan kontra, Adanya peraturan yang tidak selaras dangan kondisi di masyarakat, Penindakan yang lemah terhadap pelanggar ham sehingga tidak memberi efek jera, rendahnya pemahaman warag tentang pentingnya ham, rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum dan lemahnya instrumen penegakan hukum dan HAM

sikap kita sebagai warga negara terhadap pemajuan, penghormatan dan penegakan ham; menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM dan mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM
Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan penegakan HAM;
adanya instrumen ham, Aparatur pemerintahan dan proses peradilan ham



BAB 2

Pokok Kaidah Fudamental Bangsaku


Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang - undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasark kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.


Pokok-Pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

1.     Pokok Pikiran Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pokok Pikiran Kedua ; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal persatuan.     
3.     Pokok Pikiran Ketiga ; Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
            Pokok pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan permusyawaratan/perwakilan
4.      Pokok Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
           Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang  Maha Esa, yang mengandung pengertian taqwa  terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari Sila Kedua Pancasila.

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar  1945
Dalam sistem tertib hukum Indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa Pokok Pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (convensi), selanjutnya Pokok Pikiran itu dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka dapatlah disimpulkan bahwa suasana kebatinan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lain dijiwai atau bersumber pada dasar filsafat negara Pancasila. Pengertian inilah yang  menunjukkan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. 
Rangkaian isi, arti makna yang terkandung dalam masing-masing alinea dalam pembukaan UUD 1945, rnelukiskan adanya rangkaian peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan berdirinya Negara Indonesia melalui pernyataan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Adapun rangkaian makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
 1.    Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului    terbentuknya negara, yang merupakan rumusan dasar - dasar      pemikiran yang menjadi latar belakang pendorong bagi Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam wujud terbentuknya negara Indonesia (alinea I, II dan III Pembukaan).
 2.       Yang merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia terwujud (alinea IV Pembukaan).
Perbedaan pengertian serta pemisahan antara kedua macam peristiwa tersebut ditandai oleh pengertian yang terkandung dalam anak kalimat, "Kemudian daripada itu" pada bagian keempat Pembukaan UUD 1945, sehingga dapatlah ditentukan sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945, adalah sebagai berikut:
1        Bagian pertama, kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan segolongan pernyataan yang tidak mempunyai hubungan 'kausal organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945.
2        Bagian keempat, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang bersifat 'kausal organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945, yang mencakup beberapa segi sebagai berikut:
a.       Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada.
b.      Yang diatur dalam UUD, adalah tentang pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi pelbagai persyaratan dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara.
c.       Negara Indonesia ialah berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
d.      Ditetapkannya dasar kerokhanian negara (dasar filsafat negara Pancasila).

Atas dasar sifat-sifat tersebut maka dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD 1945, menempatkan pembukaan UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang amat penting. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebenamya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945 inilah yang menjadi inti sari Pembukaan dalam arti yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana termuat dalam penje-lasan resmi Pembukaan dalam Berita Republik Indonesia tahun II, No. 7, yang hampir keseluruhannya mengenai bagian keempat Pembukaan UUD 1945. (Pidato Prof. Mr. Dr. Soepomo tanggal 15 Juni 1945 di depan rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia)

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
1        Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD 45, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.  Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD  1945, berdasarkan pengertian ilmiah. merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
a)      Sebagai dasamya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia.
b)      Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
c.  Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat  diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

2        Hubungan Secara Material
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang  bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut.
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti .secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok  Kaidah negara fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40).

3        Hubungan Antara Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Sebagaimana telah disebutkan dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, oleh karena itu antara Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan antara Proklamasi dengan Pemburkaan UUD 1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ketiga Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2)   Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari Proklamasi.
3)  Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkanya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan berdasarkan asas kerokhanian Pancasila.

Berdasarkan sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi adalah sebagai berikut:
Pertama, memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan kemerdekaan, dan demi inilah maka Bangsa Indonesia berjuang terus menerus sampai bangsa Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian pertama dan kedua Pembukaan).
Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu adalah sebagai gugatan di hadapan bangsa-bangsa di dunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia itu telah diridhoi  oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kemudian bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya (Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga, Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur, disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi sehjruh rakyat Indonesia (Bagian keempat Pembukaan UUD 1945).
Penyusunan UUD ini untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan segara Indonesia dalam melaksanakan tujuan negara, yaitu melindungi genap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan sejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (tujuan ke dalam). untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan adilan sosial (tujuan ke luar atau tujuan internasional).
Proklamasi pada hakikatnya bukanlah merupakan tujuan, melainkan prasyarat untuk tercapainya tujuan bangsa dan negara, maka proklamasi memiliki dua macam makna sebagai berikut.
 1.   Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada diri sendiri, maupun kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.
2. Tindakan-tindakan yang segera harus dilaksanakan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan tersebut.

Seluruh makna Proklamasi tersebut dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam Pembukaan UUD 1945,sebagai berikut.
 1.    Bagian pertama Proklamasi. mendapatkan penegasan dan penjelasan pada bagian pertama sampai dengan ketiga Pembukaan UUD 1945.
 2.    Bagian kedua Proklamasi, yaitu suatu pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aline IV. Adapun prinsip-prinsip negara yang terkandung dalam Pembukaan tersebut meliputi empat hal, pertama : tujuan negara yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan negara, kedua : ketentuan diadakannya UUD negara, sebagai landasan konstitusional pembentukan pemerintahan negara, ketiga : bentuk negara Republik yang berkedaulatan rakyat, dan keempat : asas kerokhanian atau dasar filsafat negara Pancasila.

Berpegang pada sifat hubungan antara proklamasi 17 Agustus dengan Pembukaan UUD 1945 yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan akan  tetapi juga mempertanggungjawabkan Proklamasi, maka hubungan itu tidak  hanya bersifat fungsional korelatif, melainkan juga bersifat kausal orgtnis. Hal ini menunjukkan hubungan antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan apa yang terkandung dalam pembukaan adalah merupakan amanat dari seluruh Rakyat Indonesia tatkala mendirikan negara dan untuk mewujudkan tujuan bersama. Qleh karena itu merupakan suatu tanggung jawab moral bagi seluruh bangsa untuk memelihara dan merealisasikannya (Darmodihardjo, 1979 : 232,233).

Mewujudkan Cita-Cita dan Tujuan Negara Indonesia
Beberapa hari belakangan ini, kerusuhan yang berlatar belakang agama, kembali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kasus kekerasan terakhir di Cikeusik, Temanggung, paket bom di Jakarta, dan bukan tidak mungkin akan muncul di daerah lainnya, patut diwaspadai oleh masyarakat kita. Melihat kejadian kekerasan ini, kita memang kembali dituntut untuk meneguhkan kembali maksud cita-cita negara Pancasila yang plural dan menghormati perbedaan, termasuk menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi di negara kita.
Sesungguhnya, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, telah mencakup banyak hal, termasuk tujuan utama berdirinya negara ini. Sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini kemudian dicita-citakan dengan didasarkan pada lima (5) sila yang kita kenal dengan Pancasila.
Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh the founding fathersmerupakan sumber nilai dan filosofi bangsa sebagaimana terumuskan dalam lima (5) silanya. Pancasila sebagai ideologi bangsa menegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara agama. Indonesia adalah negara yang berKetuhanan, berPerikemanusiaan, yang mengedepankan harmoni dan persatuan bangsa, menjunjung tinggi musyawarah dalam bingkai demokrasi, dan mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang dicita-citakan oleh the founding fathers, juga merupakan pondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menjadi pilar utama diantara empat pilar yang sedang disosialisasikan oleh MPR. Keempat pilar itu adalah Pancasila, Undang Undang Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar ini adalah wujud dari peningkatan pemahaman kita terhadap sistem politik ketatanegaraan.
Sebelum Era Reformasi,Pancasila memang pernah ditempatkan sebagai ideologi yang statis, eksklusif, monolitik, serta menutup ruang dialog bagi kebhinekaan (keberagaman) pandangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengarah pada penafsiran tunggal dengan tujuan untuk meligitimasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh berbagai kalangan, bahkan penguasa, Pancasila seringkali dijadikan sebagai alat pukul politik (political hammer) terhadap perbedaan pendapat atau pandangan. Untuk melegitimasi kekuasaan, ditetapkan TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978 yang menegaskan secara formal bahwa “Pancasila sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia”. Untuk menguatkan legitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah Penataran P4 (yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila/Eka Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, yang pada akhirnya memunculkan penafsiran tunggal atas azas Pancasila. UU. No. 8 tahun1985Tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mewajibkan setiap Organisasi Kemasyarakatan untuk menggunakan satu azas, yaitu azas Pancasila pada akhirnya memecah beberapa Ormas, karena pada dasarnya mereka sudah memiliki azas organisasi misalnya azas agama (azas islam, Kristen dll), azas nasionalis dan sebagainya.
Pada Era Reformasi, kesadaran terhadap arti penting Pancasiladijadikan pertimbangan untuk mencabut berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4/ Eka Prasetya Pancakarsa dan tidak berlaku lagi TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978, membuktikan bahwa penafsiran terhadap cita-cita negara Pancasila memang perlu direvitalisasi kembali. Namun demikian, mengingat era reformasi mengagungkan semangat demokratisasi, keterbukaan dan kebebasan, spirit dasar Pancasila harus tetap dijaga. Spirit Pancasila yang dimaksud adalah bahwa perbedaan itu bisa benar-benar diwujudkan sebagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga perbedaan yang ada bukan menjadi sumber perpecahan dan kekerasan.
Untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai arah pada perjalanan bangsa saat ini, maka kita harus mengambil makna sejarah bangsa sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang sebenarnya merekomendasikan agar Pancasila diposisikan sebagai ideologi terbuka atau ideologi yang inklusif,yaitusuatu ideologi bangsa yang dinamis, adaptif, aktual, dan hidup. Konsekuensinya, segenap permasalahan bangsa harus dapat dijawab dengan perspektif Pancasila kita –suatu perspektif yang hadir melalui proses dialektika segenap anak bangsa yang ber-Pancasila.
Dalam era reformasi ini pula, Pancasila harus diaktualisasikan nilai-nilainya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reaktualisasi nilai-nilai tersebut, ditumbuhkan dengan membuka kembali kesadaran dan komitmen untuk menempatkan Pancasila sebagai konsensus nasional, pijakan dasar dalam melangkah, dan sebagai common platform yang mempersatukan keberagaman kita sebagai bangsa. Pancasila adalah titik temu (bukan titik tengkar/mempertajam perbedaan). Konsekwensinya, agar nilai-nilai Pancasilamenjadi arah bagi perjalanan bangsa, maka segenap perundang-undangan, termasuk peraturan-peraturan daerah, harus merujukpada spirit Pancasila dan merujuk pada konstitusi UUD 1945. Tidak boleh ada undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, perda-perda yang “bermasalah”, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks ini negara harus tegas untuk meluruskan, manakala terdapat peraturan perundang-undangan “yang bermasalah”. Apalagi sekarang sudah ada institusi Mahkamah Konstitusi (MK), yang semakin dituntut untuk proaktif dalam memperkuat ketaatan kita semua dalam berkonstitusi.
Pancasila yang menjiwai Pembukaan UUD 1945, yang menjadi dasar dalam tujuan kita berbangsa dan bernegara, dalam tataran implementasinya harus mengarah kepada terwujudnya cita-cita NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan. Oleh karenanya, lembaga-lembaga negara terkait, terutama pemerintah, tidak boleh ragu-ragu dalam menyikapi berbagai fenomena yang berkembang dalam masyarakat yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan sendi-sendi bangsa. Segala tindakan yang melawan konstitusi dan hukum, lebih-lebih yang bersifat anarkhis dan memecah belah bangsa, tentu harus diselesaikan dengan tegas pemerintah dan perangkat hukum melalui jalur hukum yang berkeadilan dan beradab.

Menjawab Tantangan
Dalam memperkuat konsolidasi demokrasi, tantangan yang muncul di tengah-tengah masyarakat kita, memperlihatkan bahwa integrasi bangsa semakin dipertaruhkan oleh hadirnya berbagai tantangan internal dan eksternal. Secara internal, identitas Keindonesiaan kita yang berdasarkan Pancasila, terus diuji: bagaimana substansi Pancasila mampu terefleksikan dengan baik di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Secara eksternal, kita semakin dihadapkan pada fenomena dinamika globalisasi berikut dampak-dampaknya yang harus dapat kita respons dengan tepat. Kita harus mampu hadir dan berkompetisi di tataran global, dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki.
Menjawab kedua tantangan tersebut, tentu saja, perlu penegasan kembali hal-hal seperti: menumbuhkan kesadaran kolektif dan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai sumber nilai/filosofi bangsa, sebagai platform bersama kita semua dalam meniti masa depan bangsa; perlunya digalakkan kembali sosialisasi nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah masyarakat, dengan melibatkan instrumen-instrumen negara, namun dengan pendekatan yang lebih tepat, tidak bersifat indoktrinatif, selaras dengan tantangan zaman –dimana Pancasila harus dipandang sebagai ideologi yang terbuka; Pancasila harus ditempatkan sebagai spirit dasar dalam pembentukan perundang-undangan dan berbagai peraturan di bawahnya. Tidak boleh ada UU dan peraturan-peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan konstitusi kita. Sebaliknya, Pancasila harus ditempatkan sebagai rujukan dasar dalam menyelesaikan permasalahan bangsa.

Hasil perjuangan kemerdekaan itu terjelma dalam wujud suatu Negara Indonesia. Menyusun suatu Negara atas kemampuan dan kekuatan sendiri dan selanjutnya untuk menuju cita-cita bersama yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tujuan Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan bahwa “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”.
Berdasarkan alinea tersebut, tujuan nasional yang ingin dicapai Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
1.      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2.      Memajukan kesejahteraan umum.
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dalam rangka perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan negara, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Memberikan kepastian dan perlidungan hukum terhadap semua warga negara tanpa diskriminatif.
2. Menyediakan fasilitas umum yang memadai yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
3. Menyediakan sarana pendidikan yang memadai dan merata di seluruh tanah air.
4. Memberikan biaya pendidikan gratis terhadap seluruh jenjang pendidikan bagi seluruh warga negara.
5. Menyediakan infrastruktur serta sarana transportasi yang memadai dan menunjang tingkat perekonomian rakyat.
6. Menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah angkatan kerja dalam rangka penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara.
7. Mengirimkan pasukan perdamaian dalam rangka ikut serta berpartisipasi aktif dalam menjaga dan memelihara perdamaian dunia.

Kedaulatan Rakyat dalam Konteks Negara Hukum

Penegasan kedaulatan rakyat dalam konteks negara hukum Indonesia termaktub dalam Pasal 1 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi sebagai berikut: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, Ayat (2) dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, Ayat (3).
Dengan demikian, kedaulatan berada di tangan rakyat dan segala sikap tindakan yang dilakukan ataupun diputuskan oleh alat negara dan masyarakat haruslah didasarkan pada aturan hukum.
Dalam konteks negara hukum, kedaulatan rakyat Indonesia didelegasikan melalui peran lembaga perwakilan yang ada dalam hal ini adalah alat kelembagaan negara dengan menggunakan sistem perimbangan kekuasaan “check and balances” antarbadan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Khusus untuk kekuasaan membuat undang-undang masih terdapat kerja sama antara badan eksekutif dan legislatif. Adapun, bentuk pemisahan kekuasaan dengan menggunakan sistem perimbangan, dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang terdiri atas MPR, DPR dan DPD, Presiden, MA dan MK, serta BPK. MPR memiliki kekuasaan untuk menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. DPR dan DPD memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Presiden memiliki kekuasaan untuk menjalankan undang-undang. MA dan MK memiliki kekuasaan dalam bidang peradilan. BPK memiliki kekuasaan dalam bidang pengawasan keuangan.
Dalam prinsip kesamaan dihadapan hukum “equality before the law” perwujudan kedaulatan rakyat diimplementasikan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 Ayat (1) yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia menjamin adanya kesamaan dihadapan hukum dan pemerintahan terhadap warga negara. Keberadaan warga negara haruslah mendukung keberadaan hukum di Negara Republik Indonesia serta pemerintahan yang sedang menjalankan hukum tersebut.
Oleh karena itu, dalam rangka mendorong terciptanya kedaulatan rakyat berjalan seiring dengan kedaulatan hukum maka diperlukan pengawasan oleh badan yudikatif, terhadap penggunaan kekuasaan yang tidak berdasarkan atas hukum. Selain itu, pengawasan oleh badan yudikatif dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi warga negara terhadap sikap dan tindakan pemerintah yang melanggar hak asasi manusia.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Efektivitas dan efisiensi peran lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
2. Pelaksanaan prinsip kesamaan di dalam hukum dan pemerintahan “equality before the law” bagi seluruh warga negara Indonesia.
3. Adanya jaminan negara terhadap perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia.
4. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggraan kedaulatan rakyat.
5. Penyelenggaran pemerintah sebagai amanat kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan hukum yang berlaku.
6. Penyelenggaran proses peradilan administrasi yang bebas dan mandiri.
7. Penyelenggaran Pemilu sebagai perwujudan demokrasi diselenggarakan secara Luber (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil).

Partisipasi Aktif dalam Perdamaian Dunia

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa salah satu tujuan nasional yang ingin dicapai Negara Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea keempat, yaitu “...Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Hal ini menunjukkan Negara Indonesia menekankan pentingnya partisipasi aktif bangsa dalam tata pergaulan dunia internasional.
Dalam tata pergaulan internasional, perjuangan bangsa dilaksanakan atas dasar semboyan “percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan sendiri”. Dengan semboyan ini Bangsa Indonesia mampu menjalin hubungan dengan negara-negara lain di dunia secara baik. Berdasarkan hal tersebut dan dalam rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Bebas, artinya bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis bertentangan (Timur dengan faham Komunisnya dan Barat dengan faham Liberalnya).
Aktif, artinya dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. Aktif memperjuangkan ketertiban dunia. Aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.

Perwujudan politik Indonesia yang bebas dan aktif, dapat kita lihat pada contoh berikut ini.
1.      Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika Tahun 1955, yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Deklarasi Bandung.
2.    Keaktifan Indonesia sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non- Blok Tahun 1961 yang berusaha membantu dunia internasional untuk meredakan ketegangan perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.
3.  Indonesia aktif dalam merintis dan mengembangkan organisasi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
4.          Ikut aktif membantu penyelesaian konflik di Kamboja, perang saudara di Bosnia, pertikaian dan konflik antara pemerintah Filipina dan Bangsa Moro.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif diabdikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan stabilitas dan kelancaran pembangunan di segala bidang. Dengan demikian, politik luar negeri Indonesia, antara lain bertujuan sebagai berikut.
1. Membentuk satu negara Republik Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan negara kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Marauke.
2. Membentuk satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Membentuk satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia. Persahabatan tersebut dibentuk atas dasar kerja sama untuk membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang abadi.

Menurut Mohammad Hatta dalam bukunya Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.
    1.   Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.
   2.    Memperoleh barang-barang yang diperluakan dari luar negeri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
 3.  Meningkatkan perdamaian internasional dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
 4.  Meningkatkan persaudaraan antarbangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam rangka membangun partisipasi aktif dalam perdamaian dunia, beberapa hal dapat dilakukan Bangsa Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.      Menjalankan politik damai dan bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dengan tidak mencampuri urusan negara lain.
2.      Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif serta berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan, dan meningkatkan kemandirian bangsa, serta memiliki kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
3.      Bangsa Indonesia memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional untuk menjamin perdamaian yang kekal dan abadi.
4.      Meningkatkan kerja sama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerja sama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, melaksanakan pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan.
5.      Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan WTO.
6.      Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara, serta kepentingan Indonesia, dan memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
7.      Meningkatkan kualitas diplomasi baik regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerja sama, dan pembangunan kawasan.



BAB 3

Menjaga Keutuhan Negara dalam Naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia
A.    Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.      Bentuk Negara
      Pemakaian istialah negara masih memiliki perbedaan dan belum ada keseragaman. Istilah bentuk berasal dari bahasa Belanda, yaitu “staatvormen”. Menurut para ahli ilmu negara istilah staatvormen diterjemahkan ke dalam bentuk Negara yang meliputi Negara kesatuan, federasi, dan konfederasi.
      Jika dilihat dari bentuk Negara yang berlaku umum di dunia maka bentuk Negara secara umum dibagi menjadi 2, yaitu Negara kesatuan dan Negara federasi. Negara kesatuan merupakan Negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan kewenangannya berada pada pemerintah pusat.
      Negara federasi atau serikat adalah Negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa Negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Pada Negara serikat (federal) ditandai dengan beberapa karakteristik yang khas, yaitu :
1)      Adanya supremasi konstitusi federal
2)      Adanya pemencaran kekuasaan antara Negara serikat dengan Negara bagian, dan
3)      Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul antara Negara serikat dan Negara bagian.

      Terdapat juga bentuk Negara lain, yaitu konfederasi dan serikat Negara. Konfederasi adalah bergabungnya beberapa Negara yang berdaulat penuh. Untuk mempertahankan kedaulatan intern dan ekstrennya mereka bersatu atas dasar perjanjian internasional. Sedangkan, serikat Negara merupakan suatu ikatan dari dua atau lebih Negara berdaulat yang lazimnya dibentuk secara sukarela dengan suatu persetujuan internasional berupa traktat atau konvensi yang diadakan oleh semua Negara anggota yang berdaulat.
2.      Negara Kesatuan
      Negara kesatuan adalah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, yang berkuasa hanya satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah sebagian bagian dari negara.
      Negara kesatuan sering juga disebut sebagai Negara unitaris, unity. Unitaris merupakan Negara tunggal yang monosentris (berpusat satu), terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislative yang berlaku bagi seluruh wilayah negara. Hakikat negara kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi, baik ke luar maupun ke dalam dan kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi.
      Negara kesatuan berbeda dengan negara serikat. Ditunjukkan berdasarkan dua kriteria, yaitu.



Negara Kesatuan
Negara Serikat
Organisasi bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat.
Negara bagian memiliki wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur organisasi sendiri dalam rangka konstitusi federal.
Wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum dan wewenang pembentukan undang-undang yang lebih rendah (local) tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat.
Wewenang pembentuk undang-undang adalah pusat untuk mengatur hal-hal tertentu, telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal.

Dalam praktiknya negara kesatuan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut.
·         Struktural lebih sederhana.
·         Kekurangan tenaga ahli dapat disiapkan oleh pemerintah pusat.
·         Biaya personel lebih murah, tetapi jalur biokrasi lebih panjang dan relatif memakan waktu.
·         Relatif lebih stabil untuk mengurangi kecemburuan kemajuan antardaerah, karena bagi daerah yang kurang maju dapat dimintakan anggaran dari pusat dan subsidi-subsidi lainnya.
·         Mengurangi timbulnya sikap provinsialisme dan sparatisme.

3.      Tujuan Negara Keasatuan
Charles E. Merriam, dalam bukunya A History of American Political Theories mengumakakan lima tujuan yang ingin dicapai oleh negara kesatuan, yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan.

4.      Negara Kesatuan Republik Indonesia
      Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan negara terdapat dalam Alenia Keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu :
·         Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
·         Memajukan kesejahteraan umum.
·         Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Bentuk NKRI didasarkan pada 5 (lima) alasan, yaitu :
·         Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan kemerdekaan Indonesia.
·         Negara tidak memberikan tempat hidup bagi provinsialisme.
·         Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk membentuk negara federal.
·         Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama potensi dan kekayaannya.
·         Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan.

      Gagasan untuk membentuk negara kesatuan, secara yuridis formal tertuang dalam Pasal 1 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan secara tegas bahwa “ Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
      Penjelasan Pasal 1 Ayat (1) juncto Pasal 18 (sebelum perubahan) yang termuat dalam berita Republik Indonesia Tahun II Nomor 7, menyatakan antara lain sebagai berikut.
1.      Bentuk negara kesatuan dan republik mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.
2.      Negara Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat (negara).
3.      Daerah negara Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka menurut kesatuan UU
4.      Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah dan pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
5.      Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa dan mengingat hak-hak asal usul daerah tersebut.
        Pasal 18A Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Pasal 18B Ayat (1), bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan UU.” Pasal 25A, “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan UU.” Pasal 37 Ayat (5), “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” Ini menunjukkan NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat diganggu gugat. Pasal-pasal diatas merupakan penguat dan pengokohan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia agar semakin kokoh dan terjaga konstitusi negara.
B.     Bentuk Pemerintahan Republik
1.      Pengertian Bentuk Pemerintahan
      Yaitu suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara guna menegakkan kekuasaannya atas suatu komunitas politik. Berikut beberapa bentuk pemerintahan di dunia :
a.      Aristokrasi
Berasal dari bahasa Yunani Kuno, Aristo berarti baik dan Kratia berarti untuk memimpin. Jadi, Aristrokasi adalah system pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang terbaik.
b.      Oligarki
Bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
c.       Demokrasi
Bentuk atau system pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.


d.      Otokrasi
Berasal dari bahasa Yunani Autokrator, yang berarti berkuasa sendiri. Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang.
e.       Monarki
Adalah sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau pengembalian system kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah negara.
f.       Emirat
Adalah sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang Emir.
g.      Plutokrasi
Adalah system pemerintahan yang mengacu pada suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki.
2.      Bentuk Pemerintahan Republik
      Negara Republik pada dasarnya adalah negara yang tampuk pemerintahannya akhirnya bercabang dari rakyat bukan dari prinsip keturunan bangsawan. Istilah ini berasal dari Bahasa Latin res publica yang artinya kerajaan dimiliki serta dikawal oleh rakyat. Biasanya kepala negaranyadipimpin oleh seorang presiden.

C.    Sistem Pemerintahan Demokrasi Berdasarkan Pancasila
        Sistem pemerintahan demokrasi meupakan pemerintahan yang dekat dengan fitrah hati nurani rakyat. Dalam pemerintahan demokrasi pelaksanaan pemerintahan oleh rakyat disertai tanggung jawab.
        Pemerintahan Indonesia berdasarkan Pancasila, penerapan system pemerintahannya didasarkan pada ajaran demokrasi. Hal ini dapat dilihat pada alenia keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Sila Keempat Pancasila, dan Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


1.      Pengertian Pemerintahan
·         Dalam arti luas : perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
·         Dalam arti sempit : perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
      Adapun, sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan (secara garis besar meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
2.      Sistem Pemerintahan Presidensial
a.      Ciri – cirinya, yaitu :
·         Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
·         Kekuatan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka / melalui badan perwakilan rakyat.
·         Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri – menteri.
·         Menteri – menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif.
·         Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
·         Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
b.      Kelebihan dan Kekurangan :
·         Badan eksekutif lebih stabil
·         Masa jabatan eksekutif lebih jelas dalam jangka waktu tertentu.
·         Penyusunan  program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·         Jabatan-jabatan eksekutif dapat diisi oleh orang luar, termasuk anggota parlemen sendiri.
·         Kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak
·         Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
·         Pembuatan keputusan / kebijakan public hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

3.      Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
      Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
      Tidak menganut sistem  pemisahan kekuasaan Trias Politica sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan. Hal tersebut disebabkan beberapa hal berikut.
a)      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuaasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b)     UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 bagian saja.
c)      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membagi habis keamanan rakyat yang dilakukan MPR, Pasal 1 Ayat (2), kepada lembaga-lembaga negara lainnya.

a.      Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Indonesia
·         Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara Indonesia terbagi dalam beberapa provinsi.
·         Bentuk pemerintahan adalah republik dan sistem pemerintahan adalah presidensial
·         Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan
·         Menteri-menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab pada presiden.
·         Parlemen terdiri atas 2 bagian (bicameral), yaitu DPR dan DPD.
·         Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MK, MA, dan badan peradilan di bawahnya (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi)
·         Menganut Sistem Pemerintahan Presidensial.


b.      Sistem Pemerintahan Presidensial Republik Indonesia
·         Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR.
·         Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu mendapat pertimbangan/persetujuan DPR.
·         Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu mendapat pertimbangan/persetujuan DPR.
·         Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk UU dan hak budget (anggaran).

c.       Impeachment Presiden Republik Indonesia
            Impeachment atau pemakzulan lebih lazim dimaksudkan sebagai dakwaan untuk memberhentikan Presiden. Dalam sistem ini ditentukan masa jabatan presiden untuk jangka waktu tertentu (Fix Term Office Periode) Presiden dapat diberhentikan jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum.
            Mekanisme pemberintahan Presiden diatur dalam Pasal 7B UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945. Berdasarkan ketentuan UUD ini, lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memberhentikan presiden dalam masa jabatannya adalah MPR.
            Pemberhentian Presiden menurut UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945, harus melewati 3 lembaga yaitu :
v  DPR, melakukan penyelidikan dan mencari bukti-bukti, serta pengukuhan dugaan pelanggaran (Pasal 7A UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945), serta mengajukan usul pemberentihan kepada MPR.
v  MK, mengkaji dari segi hukum dan landasan yuridis alas an pemberhentian Presiden.
v  MPR, menjatuhkan vonis politik apakah Presiden diberhentikan atau tetap memangku jabatannya.


D.    Kedaulatan Negara Republik Indonesia
1.      Sifat dan Hakikat Negara ( menurut  Prof Miriam Budiarjo)
a.      Memaksa, memiliki kekuatan fisik secara legal.
b.      Monopoli, menetapkan tujuan bersama masyarakat.
c.       Mencakup Semua (all-embracing), semua peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa kecuali.

2.      Kedaulatan Negara
      Jean Bodin (1500-1596) seorang ahli Prancis, memandang kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara. Ia memandang pada hakikatnya kedaulatan memiliki 4 sifat pokok sebagai berikut.
a.      Asli, kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
b.      Permanen, kekuasaan tetap ada selama negara berdiri, sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti.
c.       Tunggal (Bulat), kekuasaan merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan lain.
d.      Tidak terbatas (absolut), kekuasaan tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Apabila dbatasi, kekuasaan tertinggi akan lenyap.

Kekuasaan yang dimiliki Pemerintah mepunyai kekuatan, yaitu :
a.      Kedaulatan Ke Dalam (interne souvereiniteit)
Pemerintah memiliki kewenangan tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Kedaulatan Ke Luar (externe souvereiniteit)
Pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat, dan tidak tunduk kepada kekuasaan lain, selain ketentuan- ketentuan yang telah ditentukan.

Beberapa teori sumber kedaulatan :
a.      Teori Kedaulatan Negara (Paul Laband dan George Jellinek)
Menurut teori ini adanya negara merupakan kodrat alam, demikian pula kekuasaan tertinggi terdapat pada pemimpin negara.
b.      Teori Kedaulatan Rakyat ( J.J. Rousseau dan Montesquieu)
Teori ini memandang kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
c.       Teori Kedaulatan Hukum ( Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit)
Hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Rakyat atau Pemerintah  harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku.

3.      Demokrasi sebagai Bentuk Kedaulatan Rakyat
      Rule by the people, artinya Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ciri utama sistem demokrasi adalah tegaknya hukum di masyarakat (law enforcement) dan diakuinya hak asasi manusia (HAM). Demokrasi dapat terwujud karena adanya proses yang dinamis dalam kehidupan rakyat yang berdaulat. Motivasi utama yang dapat mendorong proses itu adalah keberanian moral.
      Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, dalam perkembangan demokrasi dewasa ini dapat kita peroleh gambaran  sebagai berikut.
a.      Kekuasaan negara demokrasi dilakukan oleh wakil-wakil yang terpilih, rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikanoleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan negara.
b.      Pelaksaannya senantiasa mengingat kehendak dan keinginan rakyat.
c.       Menyelesaikan setiap konflik secara damai
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang tepat dalam menerapkan paham demokrasi adalah Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila secara essensial menjamin bahwa rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Pancasila menarik perhatian kita pada pentingnya untuk serta bertanggung jawab menciptakan keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta manusia dengan lingkungannya dalam arti yang lebih luas. Rumusan Demokrasi Pancasila tercantum dalm sila keempat.
Demokrasi Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari Pancasila, yaitu :
a.      Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
b.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban
c.       Pelaksanaan kebebasan yang dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, dan orang lain.
d.      Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e.        Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f.       Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g.      Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

4.      Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Denokrasi Pancasila
      Pelaksanaan pemilu di Indonesia didasarkan pada pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alenia keempat dan Pasal 1 Ayat (2). Menurut Pasal 22E Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil).

5.      Negara Hukum sebagai Bentuk Kedaulatan Negara Republik Indonesia
     Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meyatakan “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Bentuk pemisahan dengan menggunakan sistem perimbangan kekuasaannya dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang terdiri dari lembaga-lembaga berikut.
a.      Kekuasaan untuk menetapkan UUD berada pada MPR
b.      Kekuasaan melaksanakan perundang-undangan berada pada Presiden
c.       Kekuasaan untuk membuat UU berada pada DPR dan DPD
d.      Kekuasaan dalam Bidang Peradilan berada pada MA dan MK
e.       Kekuasaan dalam Bidang Pengawasan Keuangan berada pada BPK
     Berdasasarkan Pasal 4 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan bahwa “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”.  Isi sumpah Presiden dan wapres,  Pasal 9 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “…memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya…”.
     Berkaitan dengan prinsip equality before the law, dalam konsep hukum RI terdapat dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
     Dasar peradilan khusus, Pasal 24 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah MK”.
     Pengakuan Indonesia sebagai negara hukum dengan ciri memberikan jaminan perlindungan HAM terdapat pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diatur dalam Pasal 27, 28, 28A-28J, 29 Ayat (2), 30 Ayat (1), 31 Ayat ( 1), 33, 34 Ayat (1). Adapun, aspek HAM yang diberikan jaminannya oleh negara sebagaimana terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.
1.     Perlindungan HAM untuk hidup.
2.     Perlindungan HAM untuk membentuk keluarga.
3.     Jaminan HAM untuk memperoleh pekerjaan.
4. Perlindungan HAM mengenai kebebasan beragama dan menyakini kepercayaan.
5. Perlindungan HAM dalam kebebasab bersikap, berpendapat, dan berserikat.
6.      Jaminan HAM untuk memperoleh informasi dan komunikasi.
7. Perlindungan HAM atas rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.
8.      Perlindungan HAM atas kesejahteraan social.
9.   HAM yang berkewajiban menghargai hak orang lain dan pihak lain.


BAB 4
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
A.    Desentralisasi atau Otonomi Daerah dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.      Desentralisasi
Secara Etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu de yang berarti lepas, dan centerum yang berarti pusat. Dengan demikian, desentralisasi adalah sesuatu hal yang terlepas dari pusat. Devolusi adalah sebagian kekuasaan diserahkan kepada badan-badan politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaan sepenuhnya untuk mengambil keputusan baik secara politis maupun secara administrstif. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat di daerah dalam kerangka negara kesatuan.
 Menurut Amran Muslimin, desentralisasi dibedakan atas 3 (tiga) bagian.
1.      Desentralisasi Politik, yakni pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat yang meliputi hak mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah-daerah tertentu.
2.      Desentralisasi Fungsional, yaitu pemberian hak kepada golongan-golongan tertentu untuk mengurus segolongan kepentingan tertentu dalam masyarakat baik terikat maupun tidak pada suatu daerah tertentu, seperti mmengurus irigasi bagi petani.
3.      Desentralisasi Kebudayaan, yakni pemberian hak kepada golongan-golongan minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri, seperti mengatur pendidikan, agama, dan sebagainya.
Fungsi desentralisasi dalam pemerintahan :
a.      Satuan desentralisasi lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai perubahan yang terjadi secara cepat,
b.       Satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas lebih efektif dan lebih efisien,
c.       Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif,
d.      Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, serta komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.

Kelebihan desentralisasi :
a.      Struktur organisasi yang didesentralisasikan merupakan pendelegasian wewenang dan memperingan manajemen pemerintah pusat.
b.      Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
c.       Dalam menghadapi permasalahan yang amat mendesak, pemerintah daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat.
d.      Hubungan yang harmonis dapat ditingkatkan dan meningkatkan gairah kerja antara pemerintah pusat dan daerah.
e.       Peningkatan efisiensi dalam segala hal, khususnya penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah.
f.        Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena keputusan dapat segera dilaksanakan.
g.      Bagi organisasi yang besar dapat memperoleh manfaat dari keadaan di tempat masing-masing.
h.      Sebelum rencana dapat diterapkan secara keseluruhan maka dapat diterapkan dalam satu bagian tertentu terlebih dahulu sehingga rencana dapat diubah.
i.         Risiko yang mencakup kerugian dalam bidang kepegawaian, fasilitas, dan organisasi dapat terbagi-bagi.
j.         Dapat diadakan pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan-kepentingan tertentu.
k.      Desentralisasi secara psikologis dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya yang langsung.
Kelemahan desentralisasi :
a.      Besarnya organ-organ pemerintahan yang membuat struktur pemerintahan bertambah kompleks dan berimplikasi pada lemahnya koordinasi.
b.      Desentralisasi territorial mendorong timbulnya paham kedaerahan
c.       Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama.
d.      Memerlukan biaya yang besar dan sulit untuk memperoleh keseragaman dan kesederhanaan.
2.      Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan pemerintah daerah untuk mengatur dan menguurus rumah tangganya sesuai keadaan dan kemampuan daerahnya sebagai manifestasi dari desentralisasi.

3.      Otonomi Daerah dalam Konteks Negara Kesatuan
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia diselenggarakan dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat.

4.      Landasan Hukum Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia
a.      Undang-undang Dasar
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD pada Ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi, kabupaten, dan kota yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b.      Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan,Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Kekuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka NKRI.
c.       Undang-Undang
UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi.

5.      Nilai, Dimensi, dan Prinsip Otonomi Daerah di Indonesia
Dua nilai dasar berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
a.      Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (Eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
b.      Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan nilai ini pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada kabupaten/kota dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut.
1)      Dimensi Politik, kabupaten/kota dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
2)      Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
3)      Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Prinsip otonomi daerah :
a.      Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah.
b.      Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
c.       Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.
Lima prinsip peyelenggaraan pemerintah daerah :
1.      Prinsip Kesatuan, pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakya gunat memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.
2.      Prinsip Riil dan Tanggung Jawab, pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab bagi kepentingan seluruh warga daerah. Pemerintah daerah berperan mengatur proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di daerah.
3.       Prinsip Penyebaran, asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi. Caranya dengan kalian dapat membuka web/ memberikan kemungkinan Internet/media sosial atau sumber kepada masyarakat untuk kreatif lainnya berkaitan dengan Model dalam membangun daerahnya.
4.      Prinsip Keserasian, pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan tujuan disamping aspek pendemokrasian.
5.  Prinsip Pemberdayaan, tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.



B.     Kedudukan dan Peran Pemerintah Pusat
1.      Fungsi Pemerintah Pusat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
a.      Fungsi Layanan (Servicing Function)
Dalam pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih kasih, melainkan semua orang memiliki hak sama, yaitu hak untuk dilayaani, dihormati, diakui, diberi kesempatan (kepercayaan), dan sebagainya.
b.      Fungsi Pengaturan (Regulating Function)
Fungsi pemerintah adalah mengatur dan memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga negara.
c.       Fungsi Pemberdayaan
Pemerintah dalam fungsi ini hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam menghadapi setiap persoalan hidup.

2.      Fungsi Pengaturan yang dimiliki Pemerintah
1)      Menyediakan infrastruktur ekonomi
2)      Menyediakan barang dan jasa kolektif
3)      Menjembatani konflik dalam masyarakat
4)      Menjaga kompetisi
5)      Menjamin akses minimal setiap individu kepada barang dan jasa
6)      Manjaga stabilitas ekonomi
   Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustitusi, moneter, dan fiscal nasional, agama, serta norma.

3.      Kewenangan Pemerintah Pusat yang lainnya
a.      Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro.
b.      Dana perimbangan keuangan.
c.       Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara.
d.      Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia.
e.       Pendayagunaan sumber daya alam dan pemberdayaan sumber daya strategis.
f.       Konservasi dan standarisasi nasional.

4.      Tujuan Umum dan Khusus diberikannya Kewenangan kepada Pemerintah Pusat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, meliputi tujuan umum, yaitu sebagai berikut.
·         Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·         Pemerataan dan keadilan.
·         Menciptakan demokratisasi.
·         Menghormati serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
·         Memperhatikan potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
·          Mempertahankan dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan negara.
·         Menjamin kualitas pelayanan umum setara bagi semua warga negara.
·         Menjamin efisiensi pelayanan umum karena jenis pelayanan umum tersebut berskala nasional.
·         Menjamin pengadaan teknologi keras dan lunak yang langka, canggih, mahal dan berisiko tinggi serta sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yang sangat diperlukan oleh bangsa dan negara, seperti tenaga nuklir, teknologi satelit, penerbangan antariksa, dan sebagainya.
·         Membuka ruang kebebasan bagi masyarakat, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
·         Menciptakan kreativitas dan inisiatif sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerahnya
·         Memberi peluang kepada masyarakat untuk membangun dialog secara terbuka dan transparan dalam mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri.

C.    Kedudukan dan Peran Pemerintah Daerah
1.      Kewenangan Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (asas Medebewind). Tugas pembantuan merupakan kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ruang lingkup wewenangnya bercirikan tiga hal berikut.
1.      Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah tangga daerah-daerah otonom untuk melaksanakannya.
2.      Dalam menyelenggarakan tugas pembantuan, daerah otonom memiliki kelonggaran untuk menyesuaikan segala sesuatu dengan kekhususan daerahnya sepanjang peraturan memungkinkan.
3.      Dapat diserahkan tugas pembantuan hanya pada daerah-daerah otonom saja.

   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat.

Beberapa urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota meliputi beberapa hal berikut.
  • Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
  • Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
  • Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
  • Penyediaan sarana dan prasarana umum.
  •  Penanganan bidang kesehatan.
  • Penyelenggaraan pendidikan.
  • Penaggulangan masalah sosial.
  • Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
  • Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
  • Pengendalian lingkungan hidup.
  • Pelayanan pertanahan.


Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, adalah meliputi bidang-bidang pertanian, kelautan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian, penanaman modal, kepariwisataan, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan nasional, sosial, penataan ruang, pertanahan, pemukiman, pekerjaan umum dan perhubungan, lingkungan hidup, politik dalam negeri dan administrasi publik, pengembangan otonomi daerah, perimbangan keuangan daerah, kependudukan, olah raga, hukum dan perundang-undangan, serta penerangan.
Pemerintah daerah berkewajiban untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan masyarakat daerah, yang meliputi kegiatan berikut.
a.  Melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan, kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
b.      Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c.       Mengenbangkan kehidupan demokrasi.
d.      Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
e.       Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
f.       Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
g.      Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.
h.      Mengembangkan sistem jaminan sosial.
i.        Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
j.        Mengembangkan sumber daya produktif di daerah.
k.      Melestarikan lingkungan hidup.
l.        Mengelola administrasi kependudukan.
m.    Melestarikan nilai sosial budaya.
n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
Indikator untuk menentukan serta menunjukkan bahwa pelaksanaan kewenangan tersebut berjalan dengan baik, dapat diukur dari 3 tiga indikasi berikut.
a.  Terjaminnya keseimbangan pembangunan di wilayah Indonesia, baik berskala lokal maupun nasional.
b.   Terjangkaunya pelayanan pemerintah bagi seluruh penduduk Indonesia secara adil dan merata.
c.       Tersedianya pelayanan pemerintah yang lebih efektif dan efisien.

Sebaliknya, tolok ukur yang dipakai untuk merealisasikan ketiga indikator di atas, aparat pemeritah pusat dan daerah diharapkan memiliki sikap sebagai berikut.
1) Kapabilitas (kemampuan aparatur),
2) Integritas (mentalitas),
3) Akseptabilitas (penerimaan), dan
4) Akuntabilitas ( kepercayaan dan tanggung jawab).

2.      Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khusus
Pasal 18 B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang”.

a.      Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai         ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai         daerah otonom pada tingkat provinsi.
3.  Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6.Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

b.      Daerah Istimewa Yogyakarta
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012, keistimewaan DIY meliputi (a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur, (b) kelembagaan Pemerintah DIY, (c) kebudayaan, (d) pertanahan, dan (e) tata ruang.

c.       Daerah NAD
     Daerah NAD menerima status istimewa pada 1959. Status istimewa diberikan kepada NAD dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959.
  Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam, keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh, serta penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d.      Otonomi Khusus Papua
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah sebagai berikut.
1) Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan.
2)  Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3)    Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
·         Partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
·         Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli papua pada khususnya dan penduduk provinsi papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
·         Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat.


3.      Perangkat Daerah sebagai Pelaksana Otonomi Daerah
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas.
Sekretaris DPRD mempunyai tugas berikut.
a.   Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD.
b.   Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD.
c.     Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD.
d.   Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh
     DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan
     keuangan daerah.
Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.

4.      DPRD
DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Adapun hak yang dimiliki DPRD adalah hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi.

5.      Proses Pemilihan Kepala Daerah
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.

6.      Peraturan Daerah (Perda)
Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

7.     Keuangan Daerah
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa:
1) kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan;
2) kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah serta hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya;
3) hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah.
Sumber pendapatan daerah terdiri atas sumber-sumber keuangan berikut.
1.   Pendapatan Asli Daerah ( PAD), yang meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
3.    Pendapatan daerah lain yang sah.

D.    Hubungan Struktural dan Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah
1.      Hubungan Struktural Pemerintah Pusat dan Daerah
Dua cara yang dapat menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Cara pertama, disebut dengan sentralisasi, yakni segala urusan, fungsi, tugas, dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara Kedua, dikenal sebagai Desentralisasi, yakni segala urusan, tugas, dan wewenang pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.

Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar pembagian fungsi, urusan, tugas, dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah.
1) Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah pusat.
2) Fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara beragam untuk seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
3) Fungsi pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan masyarakat luas dan tidak memerlukan tingkat pelayanan yang standar, dikelola oleh pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan daerah masing-masing.

Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah diberi kesempatan untuk membentuk lembaga-lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.

2.      Hubungan Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah
        Hubungan tersebut terletak pada visi, misi, tujuan, dan fungsinya masing-masing. Visi dan misi kedua lembaga ini, baik di tingkat lokal maupun nasional adalah melindungi serta memberi ruang kebebasan kepada daerah untuk mengolah dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kondisi dan kemampuan daerahnya. Adapun tujuannya adalah untuk melayani masyarakat secara adil dan merata dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara fungsi pemerintah pusat dan daerah adalah sebagai pelayan, pengatur, dan pemberdaya masyarakat.

Download Bukunya : http://bse.kemdikbud.go.id/download/fullbook/20142407133383








0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!