BAB 1
Napak Tilas Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Kasus-kasus Pelanggaran HAM
Berbicara tentang pelanggaran HAM, tentu saja kita masih ingat akan beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini diantaranya :
a. Kerusuhan tanjung priok
b. DOM di aceh
c. Aksi penembakan misterius / petrus disepanjang tahun 80an
d. Tragedi Tri Sakti
e. Tragedi semangi I dan II
f. dan kasus terbunuhnya tokok aktifis HAM "Munir"
Perlindungan dan Pemajuan HAM
1. Hakikat Hak Asasi Manusia
Berbicara tentang pelanggaran HAM, tentu saja kita masih ingat akan beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini diantaranya :
a. Kerusuhan tanjung priok
b. DOM di aceh
c. Aksi penembakan misterius / petrus disepanjang tahun 80an
d. Tragedi Tri Sakti
e. Tragedi semangi I dan II
f. dan kasus terbunuhnya tokok aktifis HAM "Munir"
Perlindungan dan Pemajuan HAM
1. Hakikat Hak Asasi Manusia
Hakikat
Hak Asasi Manusia adalah hak persamaan dan Hak kebebasan, sedangkan pengertian
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia ( pasal 1
UU NO 39 th 1999).
Hakikat
penghormatan dan penegakan HAM ialah menjaga keselamatan eksitensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbngan antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu
kita dapat menyimpulkan ciri pokok hakikat HAM yaitu; HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis semenjak dia dilahirkan, HAM berlaku untuk semua
orang/universal, HAM tidak boleh dilanggar
2. Upaya
Pemajuan HAM di Indonesia
Dapat di
bagi kedalam beberapa periode
a. Periode
tahun 1945 - 1950
Secara formal pengakuan tentang HAM sudah di legitimasi didalam
konstitusi/UUD yang berlaku pada periode ini yaitu UUD 1945 dan Konstitusi RIS.
Hak asasi yang paling menonjol yakni hak untuk merdeka dan kebebasan
berorganisasi, diawal kemerdekaan pemerintah mendorong rakyat untuk membuat
partai dan di tahu 1948 Belanda mengakui kemerdekaan RI.
b. Periode
Tahun 1950 - 1959
Ham pada masa ini mengalami pasang dan menikmati bulan madu kebebasab
dengan di tandai : 1)berdirinya partai yang banyak dan ber Idiologi yang
berbeda-beda 2)Adanya kebebasan Pers 3)Dilaksanakannya PEMILU yang pertama pada
29 september 1955 4)Terbentuknya parlemen/MPR melalui PEMILU 5)Adanya kebebasan
terhadap ide atau pemikiran tentang HAM
c. Periode
1959 - 1966
Pada masa ini terjadi pembatasan yang ketat dari pemerintah terhadap hak
sipil dan hak politik sebagai imbas pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin,
dengan kata lain Ham mengalami kemunduran/tidak berkembang bahkan cenderung di
hilangkan
d. Periode
1966 - 1998
Diawal peralihan pemerintahan perhatian tentang HAM sangat besar, namun
di era tahun '70 sampai dengan '80 Ham mengalami kemunduran, pemerintah pada
waktu itu menolak pemikiran tentang Ham karena Ham merupakan produk pemikiran
Barat ( negara-negara sekutu USA) yang mana bertentangan dengan nilai-nilai
luhur budaya bangsa. Pada masa ini pemerintah bersifat mempertahankan produk
hukum, yang pelaksanaannya banyak yang bertentangan dengan Ham ( maraknya
kasus-kasus pelanggaran Ham ). Namun di akhir periode ini pemerintah memberi
ruang gerak Ham dengan membentuk KOMNASHAM.
e. Periode
Tahun 1998 - Sekarang
Merupakan momentum kebangkitan HAM dengan di tandainya semangat
Reformasi, namun pelaksanaan kebebasan HAM itu banyak yang tidak selaras dengan
nilai-nilai luhur bangsa.
Dasar
Hukum HAM di Indonesia
Terdapat
dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan
perlindungan HAM, secara hirarkis peraturan tersebut terdapat dalam UUD 1945,
Tap MPR, UU dan peraturn pelaksana UU
1.
Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara
Konstitusi yang pernah berlaku di Negara kita adalah UUD 1945, KRIS,
UUDS 1950, UUD 1945 Amandmen dalam konstitusi-konstitusi tersebut pengaturan
tentang ham ada di dalam pasal-pasalnya. UUD 1945 ada pada pasal 27 - 34, KRIS
pada pasal 7 - 28, UUDS 1950 ada pada pasal 19 - 31, 41-42
2.
Pengaturan Ham dalam Ketetapan MPR
ada dalam TAP MPR Nomor XVII tahun 1998
3.
Pengaturan HAM dalam Undang-Undang
contohnya UU No 39 th 1999, UU No 40 th 1999, UU No 26 th 2000, UU No 9
th 2004 dll
4.
Pengaturan HAM dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
contohnya perpu no 1 th 1999, kepres No 181 th 1998, kepres No 50 th
1993 dll
Demokrasi
dan pelaksanaan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum merupakan
instrumen bahkan prasyarat bagi jaminan perlindungan dan penegakan HAM
Upaya
Pemerintah dalam Menegakan AM
Untuk
mencagah terjadinya pelanggaran HAM maka pemerintah membentuk; KOMNAS HAM,
Membuat produk hukum yang mengatur tentang HAM dan membentuk pengadilan Hukum
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia
Kendala atau hambatan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM
Kondisi sosial budaya yang berbeda, Luasnya wilayah sehingga informasi kurang merata, adanya kebijakan yang memancing pro dan kontra, Adanya peraturan yang tidak selaras dangan kondisi di masyarakat, Penindakan yang lemah terhadap pelanggar ham sehingga tidak memberi efek jera, rendahnya pemahaman warag tentang pentingnya ham, rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum dan lemahnya instrumen penegakan hukum dan HAM
sikap kita sebagai warga negara terhadap pemajuan, penghormatan dan penegakan ham; menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM dan mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM
Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan penegakan HAM;
adanya instrumen ham, Aparatur pemerintahan dan proses peradilan ham
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia
Kendala atau hambatan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM
Kondisi sosial budaya yang berbeda, Luasnya wilayah sehingga informasi kurang merata, adanya kebijakan yang memancing pro dan kontra, Adanya peraturan yang tidak selaras dangan kondisi di masyarakat, Penindakan yang lemah terhadap pelanggar ham sehingga tidak memberi efek jera, rendahnya pemahaman warag tentang pentingnya ham, rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum dan lemahnya instrumen penegakan hukum dan HAM
sikap kita sebagai warga negara terhadap pemajuan, penghormatan dan penegakan ham; menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM dan mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM
Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan penegakan HAM;
adanya instrumen ham, Aparatur pemerintahan dan proses peradilan ham
BAB 2
Pokok Kaidah Fudamental Bangsaku
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah
yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang - undang
dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasark kepada: ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Pokok-Pokok Pikiran Yang Terkandung
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
1.
Pokok Pikiran Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pokok
Pikiran Kedua ; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pokok
pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam
Pembukaan, dan merupakan suatu kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat
menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan dalam
Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal
persatuan.
3. Pokok
Pikiran Ketiga ; Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan
dan permusyawaratan/perwakilan.
Pokok
pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara
yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan
rakyat dan berdasarkan permusyawaratan/perwakilan
4. Pokok
Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Hal
ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok
pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang mengandung pengertian menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok
pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan
suatu penjabaran dari Sila Kedua Pancasila.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945
dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
Dalam
sistem tertib hukum Indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa Pokok
Pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
serta mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan
hukum dasar tidak tertulis (convensi), selanjutnya Pokok Pikiran itu dijelmakan
dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka dapatlah disimpulkan bahwa suasana kebatinan
Undang-Undang Dasar 1945 tidak lain dijiwai atau bersumber pada dasar filsafat
negara Pancasila. Pengertian inilah yang menunjukkan kedudukan dan
fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Rangkaian
isi, arti makna yang terkandung dalam masing-masing alinea dalam pembukaan UUD
1945, rnelukiskan adanya rangkaian peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan
berdirinya Negara Indonesia melalui pernyataan Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia. Adapun rangkaian makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai berikut:
1.
Rangkaian peristiwa dan keadaan yang
mendahului terbentuknya negara, yang merupakan rumusan
dasar - dasar pemikiran yang menjadi latar
belakang pendorong bagi Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
wujud terbentuknya negara Indonesia (alinea I, II dan III Pembukaan).
2.
Yang merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia
terwujud (alinea IV Pembukaan).
Perbedaan
pengertian serta pemisahan antara kedua macam peristiwa tersebut ditandai oleh
pengertian yang terkandung dalam anak kalimat, "Kemudian daripada
itu" pada bagian keempat Pembukaan UUD 1945, sehingga dapatlah ditentukan
sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD
1945, adalah sebagai berikut:
1
Bagian pertama, kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan
segolongan pernyataan yang tidak mempunyai hubungan 'kausal
organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945.
2
Bagian keempat, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang
bersifat 'kausal organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945, yang
mencakup beberapa segi sebagai berikut:
a.
Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada.
b. Yang
diatur dalam UUD, adalah tentang pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi
pelbagai persyaratan dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara.
c.
Negara Indonesia ialah berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
d. Ditetapkannya
dasar kerokhanian negara (dasar filsafat negara Pancasila).
Atas
dasar sifat-sifat tersebut maka dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD 1945,
menempatkan pembukaan UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang amat penting.
Bahkan boleh dikatakan bahwa sebenamya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945
inilah yang menjadi inti sari Pembukaan dalam arti yang sebenarnya. Hal ini
sebagaimana termuat dalam penje-lasan resmi Pembukaan dalam Berita Republik
Indonesia tahun II, No. 7, yang hampir keseluruhannya mengenai bagian keempat
Pembukaan UUD 1945. (Pidato Prof. Mr. Dr. Soepomo tanggal 15 Juni 1945 di depan
rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia)
Hubungan
antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945
adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
1
Hubungan Secara Formal
Dengan
dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD 45, maka
Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan
demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial,
ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat
padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan
yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya
Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b.
Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah. merupakan
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia
mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
a) Sebagai
dasamya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor-faktor
mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia.
b) Memasukkan
dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
c.
Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain
sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat
kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan UUD 1945
yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD
1945, bahkan sebagai sumbernya.
d.
Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, yang
menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia
yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e. Bahwa
Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada
kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
2
Hubungan Secara Material
Hubungan
Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal, sebagaimana
dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut.
Bilamana
kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka
secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah
dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang
pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila
berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai
wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi
berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan
pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib
hukum Indonesia. Hal ini berarti .secara material tertib hukum Indonesia
dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai
sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber
bentuk dan sifat.
Selain
itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai
Pokok Kaidah negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang
merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara fundamental
tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40).
3
Hubungan Antara Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus
1945
Sebagaimana
telah disebutkan dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan
satu kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, oleh karena itu antara
Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan
antara Proklamasi dengan Pemburkaan UUD 1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1)
Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ketiga
Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2)
Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan
realisasi tindak lanjut dari Proklamasi.
3)
Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan
kemerdekaan yang lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi
semangat pendorong ditegakkanya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan berdasarkan asas
kerokhanian Pancasila.
Berdasarkan
sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi adalah
sebagai berikut:
Pertama, memberikan
penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan kemerdekaan,
dan demi inilah maka Bangsa Indonesia berjuang terus menerus sampai bangsa
Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian pertama dan kedua
Pembukaan).
Kedua, memberikan
penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa
perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu
adalah sebagai gugatan di hadapan bangsa-bangsa di dunia terhadap adanya
penjajahan atas bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia itu
telah diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kemudian bangsa
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya (Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga, Memberikan
pertanggungjawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur,
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi sehjruh rakyat Indonesia (Bagian keempat Pembukaan UUD 1945).
Penyusunan
UUD ini untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan segara Indonesia dalam
melaksanakan tujuan negara, yaitu melindungi genap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan sejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa (tujuan ke dalam). untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan adilan sosial (tujuan ke luar atau tujuan internasional).
Proklamasi
pada hakikatnya bukanlah merupakan tujuan, melainkan prasyarat untuk
tercapainya tujuan bangsa dan negara, maka proklamasi memiliki dua macam makna
sebagai berikut.
1.
Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada diri sendiri, maupun kepada dunia
luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.
2. Tindakan-tindakan
yang segera harus dilaksanakan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan
tersebut.
Seluruh
makna Proklamasi tersebut dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam
Pembukaan UUD 1945,sebagai berikut.
1.
Bagian pertama Proklamasi. mendapatkan penegasan dan penjelasan pada
bagian pertama sampai dengan ketiga Pembukaan UUD 1945.
2.
Bagian kedua Proklamasi, yaitu suatu pembentukan negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 aline IV. Adapun prinsip-prinsip negara yang terkandung dalam Pembukaan
tersebut meliputi empat hal, pertama : tujuan negara yang akan
dilaksanakan oleh pemerintahan negara, kedua : ketentuan
diadakannya UUD negara, sebagai landasan konstitusional pembentukan
pemerintahan negara, ketiga : bentuk negara Republik yang berkedaulatan
rakyat, dan keempat : asas kerokhanian atau dasar filsafat
negara Pancasila.
Berpegang
pada sifat hubungan antara proklamasi 17 Agustus dengan Pembukaan UUD 1945 yang
tidak hanya menjelaskan dan menegaskan akan tetapi juga mempertanggungjawabkan
Proklamasi, maka hubungan itu tidak hanya bersifat fungsional
korelatif, melainkan juga bersifat kausal orgtnis. Hal ini menunjukkan hubungan
antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan apa
yang terkandung dalam pembukaan adalah merupakan amanat dari seluruh Rakyat
Indonesia tatkala mendirikan negara dan untuk mewujudkan tujuan bersama. Qleh
karena itu merupakan suatu tanggung jawab moral bagi seluruh bangsa untuk
memelihara dan merealisasikannya (Darmodihardjo, 1979 : 232,233).
Mewujudkan Cita-Cita dan Tujuan Negara Indonesia
Beberapa
hari belakangan ini, kerusuhan yang berlatar belakang agama, kembali terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Kasus kekerasan terakhir di Cikeusik, Temanggung,
paket bom di Jakarta, dan bukan tidak mungkin akan muncul di daerah lainnya,
patut diwaspadai oleh masyarakat kita. Melihat kejadian kekerasan ini, kita
memang kembali dituntut untuk meneguhkan kembali maksud cita-cita negara
Pancasila yang plural dan menghormati perbedaan, termasuk menolak segala bentuk
kekerasan yang terjadi di negara kita.
Sesungguhnya,
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, telah mencakup banyak hal,
termasuk tujuan utama berdirinya negara ini. Sebagaimana yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945, tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini
kemudian dicita-citakan dengan didasarkan pada lima (5) sila yang kita kenal
dengan Pancasila.
Cita-cita
Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh the
founding fathersmerupakan sumber nilai dan filosofi bangsa sebagaimana
terumuskan dalam lima (5) silanya. Pancasila sebagai ideologi
bangsa menegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, tetapi
juga bukan negara agama. Indonesia adalah negara yang berKetuhanan,
berPerikemanusiaan, yang mengedepankan harmoni dan persatuan bangsa, menjunjung
tinggi musyawarah dalam bingkai demokrasi, dan mengedepankan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang dicita-citakan oleh the
founding fathers, juga merupakan pondasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, menjadi pilar utama diantara empat pilar yang
sedang disosialisasikan oleh MPR. Keempat pilar itu adalah Pancasila, Undang
Undang Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar ini adalah wujud dari peningkatan pemahaman
kita terhadap sistem politik ketatanegaraan.
Sebelum
Era Reformasi,Pancasila memang pernah ditempatkan sebagai ideologi yang statis,
eksklusif, monolitik, serta menutup ruang dialog bagi kebhinekaan (keberagaman)
pandangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengarah pada penafsiran tunggal
dengan tujuan untuk meligitimasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh
berbagai kalangan, bahkan penguasa, Pancasila seringkali dijadikan sebagai alat
pukul politik (political hammer) terhadap perbedaan pendapat
atau pandangan. Untuk melegitimasi kekuasaan, ditetapkan TAP MPR No. V/MPR/1973
dan TAP MPR No. IX/MPR/1978 yang menegaskan secara formal bahwa “Pancasila
sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di
Indonesia”. Untuk menguatkan legitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah Penataran
P4 (yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila/Eka Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, yang pada akhirnya
memunculkan penafsiran tunggal atas azas Pancasila. UU.
No. 8 tahun1985Tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mewajibkan
setiap Organisasi Kemasyarakatan untuk menggunakan satu azas, yaitu azas
Pancasila pada akhirnya memecah beberapa Ormas, karena pada dasarnya mereka
sudah memiliki azas organisasi misalnya azas agama (azas islam, Kristen dll),
azas nasionalis dan sebagainya.
Pada
Era Reformasi, kesadaran terhadap arti penting Pancasiladijadikan pertimbangan
untuk mencabut berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998
tentang pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4/ Eka Prasetya Pancakarsa
dan tidak berlaku lagi TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978,
membuktikan bahwa penafsiran terhadap cita-cita negara Pancasila memang perlu
direvitalisasi kembali. Namun demikian, mengingat era reformasi mengagungkan
semangat demokratisasi, keterbukaan dan kebebasan, spirit dasar Pancasila harus
tetap dijaga. Spirit Pancasila yang dimaksud adalah bahwa perbedaan itu bisa
benar-benar diwujudkan sebagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga perbedaan yang ada
bukan menjadi sumber perpecahan dan kekerasan.
Untuk
menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai arah pada perjalanan bangsa saat ini,
maka kita harus mengambil makna sejarah bangsa sejak kemerdekaan 17 Agustus
1945, yang sebenarnya merekomendasikan agar Pancasila diposisikan
sebagai ideologi terbuka atau ideologi yang inklusif,yaitusuatu
ideologi bangsa yang dinamis, adaptif, aktual, dan hidup. Konsekuensinya,
segenap permasalahan bangsa harus dapat dijawab dengan perspektif Pancasila
kita –suatu perspektif yang hadir melalui proses dialektika segenap anak bangsa
yang ber-Pancasila.
Dalam
era reformasi ini pula, Pancasila harus diaktualisasikan nilai-nilainya di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reaktualisasi
nilai-nilai tersebut, ditumbuhkan dengan membuka kembali kesadaran dan komitmen
untuk menempatkan Pancasila sebagai konsensus nasional, pijakan dasar
dalam melangkah, dan sebagai common platform yang
mempersatukan keberagaman kita sebagai bangsa. Pancasila adalah titik
temu (bukan titik tengkar/mempertajam perbedaan). Konsekwensinya, agar
nilai-nilai Pancasilamenjadi arah bagi perjalanan bangsa, maka segenap perundang-undangan,
termasuk peraturan-peraturan daerah, harus merujukpada spirit Pancasila
dan merujuk pada konstitusi UUD 1945. Tidak boleh ada undang-undang,
peraturan-peraturan pemerintah, perda-perda yang “bermasalah”, karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks
ini negara harus tegas untuk meluruskan, manakala terdapat peraturan
perundang-undangan “yang bermasalah”. Apalagi sekarang sudah ada institusi
Mahkamah Konstitusi (MK), yang semakin dituntut untuk proaktif dalam memperkuat
ketaatan kita semua dalam berkonstitusi.
Pancasila
yang menjiwai Pembukaan UUD 1945, yang menjadi dasar dalam tujuan kita
berbangsa dan bernegara, dalam tataran implementasinya harus mengarah kepada
terwujudnya cita-cita NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan.
Oleh karenanya, lembaga-lembaga negara terkait, terutama pemerintah, tidak
boleh ragu-ragu dalam menyikapi berbagai fenomena yang berkembang dalam
masyarakat yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan sendi-sendi bangsa.
Segala tindakan yang melawan konstitusi dan hukum, lebih-lebih yang bersifat
anarkhis dan memecah belah bangsa, tentu harus diselesaikan dengan tegas
pemerintah dan perangkat hukum melalui jalur hukum yang berkeadilan dan
beradab.
Menjawab Tantangan
Dalam
memperkuat konsolidasi demokrasi, tantangan yang muncul di tengah-tengah
masyarakat kita, memperlihatkan bahwa integrasi bangsa semakin dipertaruhkan
oleh hadirnya berbagai tantangan internal dan eksternal. Secara
internal, identitas Keindonesiaan kita yang berdasarkan Pancasila, terus
diuji: bagaimana substansi Pancasila mampu terefleksikan dengan baik di
tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Secara eksternal, kita semakin
dihadapkan pada fenomena dinamika globalisasi berikut dampak-dampaknya yang harus
dapat kita respons dengan tepat. Kita harus mampu hadir dan berkompetisi di
tataran global, dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki.
Menjawab
kedua tantangan tersebut, tentu saja, perlu penegasan kembali hal-hal seperti:
menumbuhkan kesadaran kolektif dan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai
sumber nilai/filosofi bangsa, sebagai platform bersama kita
semua dalam meniti masa depan bangsa; perlunya digalakkan kembali sosialisasi
nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah masyarakat, dengan melibatkan
instrumen-instrumen negara, namun dengan pendekatan yang lebih tepat, tidak
bersifat indoktrinatif, selaras dengan tantangan zaman –dimana Pancasila harus
dipandang sebagai ideologi yang terbuka; Pancasila harus ditempatkan sebagai
spirit dasar dalam pembentukan perundang-undangan dan berbagai peraturan di
bawahnya. Tidak boleh ada UU dan peraturan-peraturan di bawahnya yang
bertentangan dengan konstitusi kita. Sebaliknya, Pancasila harus ditempatkan
sebagai rujukan dasar dalam menyelesaikan permasalahan bangsa.
Hasil
perjuangan kemerdekaan itu terjelma dalam wujud suatu Negara Indonesia.
Menyusun suatu Negara atas kemampuan dan kekuatan sendiri dan selanjutnya untuk
menuju cita-cita bersama yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tujuan
Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan
bahwa “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial …”.
Berdasarkan
alinea tersebut, tujuan nasional yang ingin dicapai Negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut.
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2.
Memajukan kesejahteraan umum.
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Dalam
rangka perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, beberapa upaya yang
dapat dilakukan negara, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Memberikan kepastian dan
perlidungan hukum terhadap semua warga negara tanpa diskriminatif.
2. Menyediakan fasilitas umum yang
memadai yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
3. Menyediakan sarana pendidikan
yang memadai dan merata di seluruh tanah air.
4. Memberikan biaya pendidikan
gratis terhadap seluruh jenjang pendidikan bagi seluruh warga negara.
5. Menyediakan infrastruktur serta
sarana transportasi yang memadai dan menunjang tingkat perekonomian rakyat.
6. Menyediakan lapangan kerja yang
dapat menyerap jumlah angkatan kerja dalam rangka penghidupan yang layak bagi
seluruh warga negara.
7. Mengirimkan pasukan perdamaian
dalam rangka ikut serta berpartisipasi aktif dalam menjaga dan memelihara
perdamaian dunia.
Kedaulatan
Rakyat dalam Konteks Negara Hukum
Penegasan kedaulatan rakyat dalam konteks negara hukum
Indonesia termaktub dalam Pasal 1 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi sebagai berikut: “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, Ayat (2)
dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, Ayat (3).
Dengan demikian, kedaulatan berada di tangan rakyat dan segala sikap
tindakan yang dilakukan ataupun diputuskan oleh alat negara dan masyarakat
haruslah didasarkan pada aturan hukum.
Dalam konteks negara hukum, kedaulatan rakyat
Indonesia didelegasikan melalui peran lembaga perwakilan yang ada dalam hal ini adalah alat kelembagaan negara
dengan menggunakan sistem perimbangan kekuasaan “check and balances”
antarbadan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Khusus untuk kekuasaan membuat
undang-undang masih terdapat kerja sama antara badan eksekutif dan legislatif.
Adapun, bentuk pemisahan kekuasaan dengan menggunakan sistem perimbangan,
dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang terdiri atas MPR, DPR dan
DPD, Presiden, MA dan MK, serta BPK. MPR memiliki kekuasaan untuk menetapkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. DPR dan DPD memiliki kekuasaan
untuk membentuk undang-undang. Presiden memiliki kekuasaan untuk menjalankan
undang-undang. MA dan MK memiliki kekuasaan dalam bidang peradilan. BPK
memiliki kekuasaan dalam bidang pengawasan keuangan.
Dalam prinsip kesamaan dihadapan hukum “equality
before the law” perwujudan kedaulatan rakyat diimplementasikan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 27 Ayat (1) yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia menjamin adanya kesamaan dihadapan
hukum dan pemerintahan terhadap warga negara. Keberadaan warga negara haruslah
mendukung keberadaan hukum di Negara Republik Indonesia serta pemerintahan yang
sedang menjalankan hukum tersebut.
Oleh karena itu, dalam rangka mendorong terciptanya
kedaulatan rakyat berjalan seiring dengan kedaulatan hukum maka diperlukan
pengawasan oleh badan yudikatif, terhadap penggunaan kekuasaan yang tidak berdasarkan
atas hukum. Selain itu, pengawasan oleh badan yudikatif dilakukan dalam rangka memberikan
perlindungan hukum bagi warga negara terhadap sikap dan tindakan pemerintah
yang melanggar hak asasi manusia.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut,
di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Efektivitas dan efisiensi peran lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
2.
Pelaksanaan prinsip kesamaan di dalam hukum dan pemerintahan “equality
before the law” bagi seluruh warga negara Indonesia.
3. Adanya
jaminan negara terhadap perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia.
4. Adanya
supremasi hukum dalam penyelenggraan kedaulatan rakyat.
5.
Penyelenggaran pemerintah sebagai amanat kedaulatan rakyat berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan hukum
yang berlaku.
6.
Penyelenggaran proses peradilan administrasi yang bebas dan mandiri.
7.
Penyelenggaran Pemilu sebagai perwujudan demokrasi diselenggarakan secara Luber
(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil).
Partisipasi
Aktif dalam Perdamaian Dunia
Sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa salah satu tujuan nasional yang ingin dicapai Negara
Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea keempat, yaitu “...Ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial...”. Hal ini menunjukkan Negara Indonesia menekankan
pentingnya partisipasi aktif bangsa dalam tata pergaulan dunia internasional.
Dalam
tata pergaulan internasional, perjuangan bangsa dilaksanakan atas dasar
semboyan “percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan sendiri”.
Dengan semboyan ini Bangsa Indonesia mampu menjalin hubungan dengan
negara-negara lain di dunia secara baik. Berdasarkan hal tersebut dan dalam
rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera Pemerintah
Indonesia mengambil kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Bebas,
artinya bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah
internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang
secara ideologis bertentangan (Timur dengan faham Komunisnya dan Barat dengan
faham Liberalnya).
Aktif,
artinya dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya
perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. Aktif
memperjuangkan ketertiban dunia. Aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial
dunia.
Perwujudan
politik Indonesia yang bebas dan aktif, dapat kita lihat pada contoh berikut
ini.
1. Penyelenggaraan
Konferensi Asia-Afrika Tahun 1955, yang melahirkan semangat dan solidaritas
negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Deklarasi Bandung.
2. Keaktifan Indonesia
sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non- Blok Tahun 1961 yang berusaha
membantu dunia internasional untuk meredakan ketegangan perang dingin antara
Blok Barat dan Blok Timur.
3. Indonesia aktif dalam
merintis dan mengembangkan organisasi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
4.
Ikut aktif membantu penyelesaian konflik di Kamboja, perang saudara di Bosnia,
pertikaian dan konflik antara pemerintah Filipina dan Bangsa Moro.
Politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif diabdikan kepada kepentingan nasional,
terutama untuk kepentingan stabilitas dan kelancaran pembangunan di segala
bidang. Dengan demikian, politik luar negeri Indonesia, antara lain bertujuan
sebagai berikut.
1. Membentuk satu negara Republik
Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan negara kebangsaan yang demokratis
dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Marauke.
2. Membentuk satu masyarakat yang
adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Membentuk satu persahabatan yang
baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama sekali
dengan negara-negara Afrika dan Asia. Persahabatan tersebut dibentuk atas dasar
kerja sama untuk membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan
kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang abadi.
Menurut
Mohammad Hatta dalam bukunya Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia,
tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan
kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.
2. Memperoleh
barang-barang yang diperluakan dari luar negeri untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya.
3. Meningkatkan
perdamaian internasional dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
4. Meningkatkan
persaudaraan antarbangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang terkandung dalam
Pancasila.
Dalam
rangka membangun partisipasi aktif dalam perdamaian dunia, beberapa hal dapat
dilakukan Bangsa Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Menjalankan politik damai dan
bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dengan tidak
mencampuri urusan negara lain.
2.
Menegaskan arah politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif serta berorientasi pada kepentingan nasional,
menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan
kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan, dan meningkatkan kemandirian bangsa,
serta memiliki kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
3.
Bangsa Indonesia memperkuat
sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional untuk menjamin
perdamaian yang kekal dan abadi.
4.
Meningkatkan kerja sama dalam segala
bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerja sama kawasan
ASEAN untuk memelihara stabilitas, melaksanakan pembangunan, dan meningkatkan
kesejahteraan.
5.
Meningkatkan kesiapan Indonesia
dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam
menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan WTO.
6.
Meningkatkan kualitas dan kinerja
aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala
bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional,
memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara, serta kepentingan
Indonesia, dan memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
7.
Meningkatkan kualitas diplomasi baik
regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerja sama, dan
pembangunan kawasan.
BAB 3
Menjaga Keutuhan
Negara dalam Naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia
A. Negara
Kesatuan Republik Indonesia
1. Bentuk Negara
Pemakaian
istialah negara masih memiliki perbedaan dan belum ada keseragaman. Istilah
bentuk berasal dari bahasa Belanda, yaitu “staatvormen”. Menurut para
ahli ilmu negara istilah staatvormen diterjemahkan ke dalam
bentuk Negara yang meliputi Negara kesatuan, federasi, dan konfederasi.
Jika
dilihat dari bentuk Negara yang berlaku umum di dunia maka bentuk Negara secara
umum dibagi menjadi 2, yaitu Negara kesatuan dan Negara federasi. Negara
kesatuan merupakan Negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan
kewenangannya berada pada pemerintah pusat.
Negara
federasi atau serikat adalah Negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa
Negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Pada Negara serikat (federal)
ditandai dengan beberapa karakteristik yang khas, yaitu :
1) Adanya supremasi konstitusi federal
2) Adanya pemencaran kekuasaan antara Negara
serikat dengan Negara bagian, dan
3) Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang
bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul antara Negara
serikat dan Negara bagian.
Terdapat
juga bentuk Negara lain, yaitu konfederasi dan serikat Negara. Konfederasi
adalah bergabungnya beberapa Negara yang berdaulat penuh. Untuk mempertahankan
kedaulatan intern dan ekstrennya mereka bersatu atas dasar perjanjian
internasional. Sedangkan, serikat Negara merupakan suatu ikatan dari dua atau
lebih Negara berdaulat yang lazimnya dibentuk secara sukarela dengan suatu
persetujuan internasional berupa traktat atau konvensi yang diadakan oleh semua
Negara anggota yang berdaulat.
2. Negara Kesatuan
Negara
kesatuan adalah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, yang berkuasa hanya
satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah sebagian bagian dari negara.
Negara
kesatuan sering juga disebut sebagai Negara unitaris, unity.
Unitaris merupakan Negara tunggal yang monosentris (berpusat
satu), terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu
badan legislative yang berlaku bagi seluruh wilayah negara. Hakikat negara
kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi, baik ke luar
maupun ke dalam dan kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi.
Negara
kesatuan berbeda dengan negara serikat. Ditunjukkan berdasarkan dua kriteria,
yaitu.
Negara
Kesatuan
|
Negara
Serikat
|
Organisasi
bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh
pembentuk undang-undang pusat.
|
Negara
bagian memiliki wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur
organisasi sendiri dalam rangka konstitusi federal.
|
Wewenang
pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum dan
wewenang pembentukan undang-undang yang lebih rendah (local) tergantung pada
badan pembentuk undang-undang pusat.
|
Wewenang
pembentuk undang-undang adalah pusat untuk mengatur hal-hal tertentu, telah
diperinci satu persatu dalam konstitusi federal.
|
Dalam
praktiknya negara kesatuan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut.
· Struktural lebih sederhana.
· Kekurangan tenaga ahli dapat disiapkan oleh
pemerintah pusat.
· Biaya personel lebih murah, tetapi jalur
biokrasi lebih panjang dan relatif memakan waktu.
· Relatif lebih stabil untuk mengurangi
kecemburuan kemajuan antardaerah, karena bagi daerah yang kurang maju dapat
dimintakan anggaran dari pusat dan subsidi-subsidi lainnya.
· Mengurangi timbulnya sikap provinsialisme dan
sparatisme.
3. Tujuan Negara Keasatuan
Charles E.
Merriam, dalam bukunya A History of American Political Theories mengumakakan
lima tujuan yang ingin dicapai oleh negara kesatuan, yaitu keamanan ekstern,
ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan negara terdapat dalam Alenia Keempat
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu :
· Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
· Memajukan kesejahteraan umum.
· Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bentuk
NKRI didasarkan pada 5 (lima) alasan, yaitu :
· Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan
kemerdekaan Indonesia.
· Negara tidak memberikan tempat hidup bagi
provinsialisme.
· Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di
Pulau Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk membentuk negara federal.
· Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama
potensi dan kekayaannya.
· Dari sudut geopolitik, dunia internasional
akan melihat Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan.
Gagasan
untuk membentuk negara kesatuan, secara yuridis formal tertuang dalam Pasal 1
Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan secara tegas
bahwa “ Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Penjelasan
Pasal 1 Ayat (1) juncto Pasal 18 (sebelum perubahan) yang termuat dalam berita
Republik Indonesia Tahun II Nomor 7, menyatakan antara lain sebagai berikut.
1. Bentuk negara kesatuan dan republik
mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.
2. Negara Indonesia tidak akan mempunyai daerah
di dalam lingkungannya yang bersifat staat (negara).
3. Daerah negara Indonesia akan dibagi dalam
daerah provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih
kecil yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka menurut
kesatuan UU
4. Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan
badan perwakilan daerah dan pemerintahan akan bersendi atas dasar
permusyawaratan.
5. Negara Republik Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa dan mengingat hak-hak asal usul daerah
tersebut.
Pasal
18A Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa NKRI
dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten
dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan UU. Pasal 18B Ayat (1), bahwa “Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan UU.” Pasal 25A, “Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas
dan hak-haknya ditetapkan dengan UU.” Pasal 37 Ayat (5), “Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” Ini
menunjukkan NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat diganggu gugat.
Pasal-pasal diatas merupakan penguat dan pengokohan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia agar semakin kokoh dan terjaga konstitusi negara.
B. Bentuk Pemerintahan Republik
1. Pengertian Bentuk Pemerintahan
Yaitu
suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik
yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara guna menegakkan
kekuasaannya atas suatu komunitas politik. Berikut beberapa bentuk pemerintahan
di dunia :
a. Aristokrasi
Berasal
dari bahasa Yunani Kuno, Aristo berarti baik dan Kratia berarti untuk memimpin.
Jadi, Aristrokasi adalah system pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang
terbaik.
b. Oligarki
Bentuk
pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok
elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau
militer.
c. Demokrasi
Bentuk
atau system pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
d. Otokrasi
Berasal
dari bahasa Yunani Autokrator, yang berarti berkuasa sendiri. Otokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang.
e. Monarki
Adalah
sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau pengembalian system
kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah negara.
f. Emirat
Adalah
sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang Emir.
g. Plutokrasi
Adalah
system pemerintahan yang mengacu pada suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang
mereka miliki.
2. Bentuk Pemerintahan Republik
Negara
Republik pada dasarnya adalah negara yang tampuk pemerintahannya akhirnya
bercabang dari rakyat bukan dari prinsip keturunan bangsawan. Istilah ini
berasal dari Bahasa Latin res publica yang artinya kerajaan dimiliki
serta dikawal oleh rakyat. Biasanya kepala negaranyadipimpin oleh seorang
presiden.
C. Sistem Pemerintahan Demokrasi Berdasarkan
Pancasila
Sistem
pemerintahan demokrasi meupakan pemerintahan yang dekat dengan fitrah hati
nurani rakyat. Dalam pemerintahan demokrasi pelaksanaan pemerintahan oleh
rakyat disertai tanggung jawab.
Pemerintahan
Indonesia berdasarkan Pancasila, penerapan system pemerintahannya didasarkan
pada ajaran demokrasi. Hal ini dapat dilihat pada alenia keempat Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Sila Keempat Pancasila, dan Pasal 1
Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Pengertian Pemerintahan
· Dalam arti luas : perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara
dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
· Dalam arti sempit : perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.
Adapun,
sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan (secara garis besar meliputi lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif) yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi
dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
a. Ciri – cirinya, yaitu :
· Presiden sebagai kepala pemerintahan dan
kepala negara.
· Kekuatan eksekutif presiden diangkat
berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka / melalui badan
perwakilan rakyat.
· Presiden memiliki hak prerogratif (hak
istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri – menteri.
· Menteri – menteri hanya bertanggung jawab
kepada kekuasaan eksekutif.
· Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab
kepada kekuasaan legislatif.
· Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan
oleh legislatif.
b. Kelebihan dan Kekurangan :
· Badan eksekutif lebih stabil
· Masa jabatan eksekutif lebih jelas dalam
jangka waktu tertentu.
· Penyusunan program kerja kabinet
mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
· Jabatan-jabatan eksekutif dapat diisi oleh
orang luar, termasuk anggota parlemen sendiri.
· Kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan
langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak
· Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
· Pembuatan keputusan / kebijakan public hasil
tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga terjadi keputusan
tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
3. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal
1 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan Trias Politica sebagaimana yang diajarkan
Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan. Hal tersebut
disebabkan beberapa hal berikut.
a) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuaasaan itu harus dilakukan oleh
suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak membatasi kekuasaan dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi
kekuasaan dilakukan oleh 3 bagian saja.
c) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak membagi habis keamanan rakyat yang dilakukan MPR, Pasal 1 Ayat (2),
kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
a. Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Indonesia
· Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi
yang luas. Wilayah negara Indonesia terbagi dalam beberapa provinsi.
· Bentuk pemerintahan adalah republik dan
sistem pemerintahan adalah presidensial
· Presiden adalah kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan
· Menteri-menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab pada presiden.
· Parlemen terdiri atas 2 bagian (bicameral),
yaitu DPR dan DPD.
· Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MK, MA,
dan badan peradilan di bawahnya (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi)
· Menganut Sistem Pemerintahan Presidensial.
b. Sistem Pemerintahan Presidensial Republik
Indonesia
· Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan
oleh MPR atas usul DPR.
· Presiden dalam mengangkat pejabat negara
perlu mendapat pertimbangan/persetujuan DPR.
· Presiden dalam mengeluarkan kebijakan
tertentu perlu mendapat pertimbangan/persetujuan DPR.
· Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar
dalam hal membentuk UU dan hak budget (anggaran).
c. Impeachment Presiden Republik Indonesia
Impeachment
atau pemakzulan lebih lazim dimaksudkan sebagai dakwaan untuk memberhentikan
Presiden. Dalam sistem ini ditentukan masa jabatan presiden untuk jangka waktu
tertentu (Fix Term Office Periode) Presiden dapat
diberhentikan jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum.
Mekanisme
pemberintahan Presiden diatur dalam Pasal 7B UUD Negara Republik IndonesiaTahun
1945. Berdasarkan ketentuan UUD ini, lembaga negara yang diberi kewenangan
untuk memberhentikan presiden dalam masa jabatannya adalah MPR.
Pemberhentian
Presiden menurut UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945, harus melewati 3
lembaga yaitu :
v DPR, melakukan penyelidikan dan mencari bukti-bukti, serta pengukuhan
dugaan pelanggaran (Pasal 7A UUD Negara Republik IndonesiaTahun 1945), serta
mengajukan usul pemberentihan kepada MPR.
v MK, mengkaji dari segi hukum dan landasan yuridis alas an pemberhentian
Presiden.
v MPR, menjatuhkan vonis politik apakah Presiden diberhentikan atau tetap
memangku jabatannya.
D. Kedaulatan Negara Republik Indonesia
1. Sifat dan Hakikat Negara ( menurut Prof Miriam
Budiarjo)
a. Memaksa, memiliki kekuatan fisik secara legal.
b. Monopoli, menetapkan tujuan bersama
masyarakat.
c. Mencakup Semua (all-embracing), semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa
kecuali.
2. Kedaulatan Negara
Jean
Bodin (1500-1596) seorang ahli Prancis, memandang kedaulatan sebagai kekuasaan
tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara. Ia memandang pada
hakikatnya kedaulatan memiliki 4 sifat pokok sebagai berikut.
a. Asli, kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan
lain yang lebih tinggi.
b. Permanen, kekuasaan tetap ada selama negara
berdiri, sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti.
c. Tunggal (Bulat), kekuasaan merupakan
satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau
dibagi-bagikan kepada badan lain.
d. Tidak terbatas (absolut), kekuasaan tidak
dibatasi oleh kekuasaan lain. Apabila dbatasi, kekuasaan tertinggi akan lenyap.
Kekuasaan
yang dimiliki Pemerintah mepunyai kekuatan, yaitu :
a. Kedaulatan Ke Dalam (interne souvereiniteit)
Pemerintah
memiliki kewenangan tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Kedaulatan Ke Luar (externe souvereiniteit)
Pemerintah
berkuasa bebas, tidak terikat, dan tidak tunduk kepada kekuasaan lain, selain
ketentuan- ketentuan yang telah ditentukan.
Beberapa
teori sumber kedaulatan :
a. Teori Kedaulatan Negara (Paul Laband dan
George Jellinek)
Menurut
teori ini adanya negara merupakan kodrat alam, demikian pula kekuasaan
tertinggi terdapat pada pemimpin negara.
b. Teori Kedaulatan Rakyat ( J.J. Rousseau dan
Montesquieu)
Teori ini
memandang kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat.
c. Teori Kedaulatan Hukum ( Hugo de Groot,
Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit)
Hukum
merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Rakyat atau
Pemerintah harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku.
3. Demokrasi sebagai Bentuk Kedaulatan Rakyat
Rule
by the people, artinya
Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ciri utama sistem
demokrasi adalah tegaknya hukum di masyarakat (law enforcement) dan
diakuinya hak asasi manusia (HAM). Demokrasi dapat terwujud karena adanya
proses yang dinamis dalam kehidupan rakyat yang berdaulat. Motivasi utama yang
dapat mendorong proses itu adalah keberanian moral.
Menurut
Hans Kelsen, pada dasarnya demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk
rakyat. Jadi, dalam perkembangan demokrasi dewasa ini dapat kita peroleh
gambaran sebagai berikut.
a. Kekuasaan negara demokrasi dilakukan oleh
wakil-wakil yang terpilih, rakyat yakin bahwa segala kehendak dan
kepentingannya akan diperhatikanoleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan
negara.
b. Pelaksaannya senantiasa mengingat kehendak
dan keinginan rakyat.
c. Menyelesaikan setiap konflik secara damai
Bagi
bangsa Indonesia, pilihan yang tepat dalam menerapkan paham demokrasi adalah
Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila secara essensial menjamin bahwa rakyat
mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Pancasila menarik
perhatian kita pada pentingnya untuk serta bertanggung jawab menciptakan
keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta
manusia dengan lingkungannya dalam arti yang lebih luas. Rumusan Demokrasi
Pancasila tercantum dalm sila keempat.
Demokrasi
Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari Pancasila, yaitu
:
a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
c. Pelaksanaan kebebasan yang dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, dan orang lain.
d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah
mufakat.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan
kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita
nasional.
4. Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Denokrasi
Pancasila
Pelaksanaan
pemilu di Indonesia didasarkan pada pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alenia keempat dan Pasal 1 Ayat (2). Menurut Pasal 22E Ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil).
5. Negara Hukum sebagai Bentuk Kedaulatan Negara
Republik Indonesia
Pasal
1 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meyatakan “ Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Bentuk pemisahan dengan menggunakan sistem
perimbangan kekuasaannya dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang
terdiri dari lembaga-lembaga berikut.
a. Kekuasaan untuk menetapkan UUD berada pada
MPR
b. Kekuasaan melaksanakan perundang-undangan
berada pada Presiden
c. Kekuasaan untuk membuat UU berada pada DPR
dan DPD
d. Kekuasaan dalam Bidang Peradilan berada pada
MA dan MK
e. Kekuasaan dalam Bidang Pengawasan Keuangan
berada pada BPK
Berdasasarkan
Pasal 4 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan bahwa “
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD”. Isi sumpah Presiden dan wapres, Pasal 9 Ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “…memegang teguh UUD dan
menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya…”.
Berkaitan
dengan prinsip equality before the law, dalam konsep hukum RI
terdapat dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
Dasar
peradilan khusus, Pasal 24 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah MK”.
Pengakuan
Indonesia sebagai negara hukum dengan ciri memberikan jaminan perlindungan HAM
terdapat pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diatur dalam Pasal
27, 28, 28A-28J, 29 Ayat (2), 30 Ayat (1), 31 Ayat ( 1), 33, 34 Ayat (1).
Adapun, aspek HAM yang diberikan jaminannya oleh negara sebagaimana terdapat
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.
1. Perlindungan HAM untuk hidup.
2.
Perlindungan HAM untuk
membentuk keluarga.
3.
Jaminan HAM untuk
memperoleh pekerjaan.
4. Perlindungan HAM mengenai kebebasan beragama
dan menyakini kepercayaan.
5. Perlindungan HAM dalam kebebasab bersikap,
berpendapat, dan berserikat.
6. Jaminan HAM untuk memperoleh informasi dan
komunikasi.
7. Perlindungan HAM atas rasa aman dan
perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.
8.
Perlindungan HAM
atas kesejahteraan social.
9.
HAM yang berkewajiban menghargai hak orang lain dan pihak lain.
BAB 4
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
A. Desentralisasi atau Otonomi Daerah dalam
Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Desentralisasi
Secara Etimologis, istilah desentralisasi berasal
dari bahasa Belanda, yaitu de yang berarti lepas, dan centerum yang
berarti pusat. Dengan demikian, desentralisasi adalah sesuatu hal yang
terlepas dari pusat. Devolusi adalah sebagian kekuasaan diserahkan
kepada badan-badan politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaan
sepenuhnya untuk mengambil keputusan baik secara politis maupun secara
administrstif. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat di daerah
dalam kerangka negara kesatuan.
Menurut Amran Muslimin, desentralisasi
dibedakan atas 3 (tiga) bagian.
1. Desentralisasi Politik, yakni pelimpahan kewenangan dari pemerintah
pusat yang meliputi hak mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga sendiri
bagi badan-badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah-daerah
tertentu.
2. Desentralisasi Fungsional, yaitu pemberian hak kepada
golongan-golongan tertentu untuk mengurus segolongan kepentingan tertentu dalam
masyarakat baik terikat maupun tidak pada suatu daerah tertentu, seperti mmengurus
irigasi bagi petani.
3. Desentralisasi Kebudayaan, yakni pemberian hak kepada
golongan-golongan minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan
sendiri, seperti mengatur pendidikan, agama, dan sebagainya.
Fungsi desentralisasi dalam pemerintahan :
a. Satuan desentralisasi lebih fleksibel dalam
memenuhi berbagai perubahan yang terjadi secara cepat,
b. Satuan desentralisasi dapat
melaksanakan tugas lebih efektif dan lebih efisien,
c.
Satuan-satuan desentralisasi lebih
inovatif,
d. Satuan-satuan desentralisasi mendorong
tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, serta komitmen yang lebih tinggi dan
lebih produktif.
Kelebihan desentralisasi :
a. Struktur organisasi yang didesentralisasikan
merupakan pendelegasian wewenang dan memperingan manajemen pemerintah pusat.
b. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat
pemerintahan.
c.
Dalam menghadapi permasalahan yang amat
mendesak, pemerintah daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat.
d. Hubungan yang harmonis dapat ditingkatkan dan
meningkatkan gairah kerja antara pemerintah pusat dan daerah.
e.
Peningkatan efisiensi dalam segala hal,
khususnya penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah.
f.
Dapat mengurangi birokrasi dalam
arti buruk karena keputusan dapat segera dilaksanakan.
g. Bagi organisasi yang besar dapat memperoleh
manfaat dari keadaan di tempat masing-masing.
h. Sebelum rencana dapat diterapkan secara
keseluruhan maka dapat diterapkan dalam satu bagian tertentu terlebih dahulu
sehingga rencana dapat diubah.
i.
Risiko yang mencakup kerugian
dalam bidang kepegawaian, fasilitas, dan organisasi dapat terbagi-bagi.
j.
Dapat diadakan pembedaan dan
pengkhususan yang berguna bagi kepentingan-kepentingan tertentu.
k. Desentralisasi secara psikologis dapat
memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya yang langsung.
Kelemahan desentralisasi :
a. Besarnya organ-organ pemerintahan yang membuat
struktur pemerintahan bertambah kompleks dan berimplikasi pada lemahnya
koordinasi.
b. Desentralisasi territorial mendorong
timbulnya paham kedaerahan
c.
Keputusan yang diambil memerlukan waktu
yang lama.
d. Memerlukan biaya yang besar dan sulit untuk
memperoleh keseragaman dan kesederhanaan.
2. Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak
dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan pemerintah daerah untuk
mengatur dan menguurus rumah tangganya sesuai keadaan dan kemampuan daerahnya
sebagai manifestasi dari desentralisasi.
3. Otonomi Daerah dalam Konteks Negara Kesatuan
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia diselenggarakan
dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat.
4. Landasan Hukum Penerapan Otonomi Daerah di
Indonesia
a. Undang-undang Dasar
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD pada Ayat (1) dan (2) menyebutkan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi, kabupaten, dan
kota yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.
b. Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah:
Pengaturan,Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,
serta Perimbangan Kekuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka NKRI.
c.
Undang-Undang
UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
desentralisasi.
5. Nilai, Dimensi, dan Prinsip Otonomi Daerah di
Indonesia
Dua nilai dasar berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
a. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam
pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di
dalamnya yang bersifat negara (Eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang
melekat pada rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi
di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
b. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang
bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan nilai ini pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada kabupaten/kota
dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut.
1) Dimensi Politik, kabupaten/kota dipandang kurang mempunyai fanatisme
kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya
aspirasi federalis relatif minim.
2) Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif.
3) Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan
sehingga kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di
daerahnya.
Prinsip
otonomi daerah :
a. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai
dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah.
b. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan
untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
c.
Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu
menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.
Lima prinsip peyelenggaraan pemerintah daerah :
1. Prinsip Kesatuan, pelaksanaan otonomi daerah
harus menunjang aspirasi perjuangan rakya gunat memperkokoh negara kesatuan dan
mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.
2. Prinsip Riil dan Tanggung Jawab, pemberian
otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab
bagi kepentingan seluruh warga daerah. Pemerintah daerah berperan mengatur
proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di daerah.
3. Prinsip Penyebaran, asas desentralisasi
perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi. Caranya dengan kalian dapat
membuka web/ memberikan kemungkinan Internet/media sosial atau sumber kepada
masyarakat untuk kreatif lainnya berkaitan dengan Model dalam membangun
daerahnya.
4. Prinsip Keserasian, pemberian otonomi kepada
daerah mengutamakan aspek keserasian dan tujuan disamping aspek pendemokrasian.
5. Prinsip Pemberdayaan, tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah,
terutama dalam aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk
meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
B. Kedudukan dan Peran Pemerintah Pusat
1. Fungsi Pemerintah Pusat dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah
a. Fungsi Layanan (Servicing Function)
Dalam pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih kasih, melainkan
semua orang memiliki hak sama, yaitu hak untuk dilayaani, dihormati, diakui,
diberi kesempatan (kepercayaan), dan sebagainya.
b. Fungsi Pengaturan (Regulating Function)
Fungsi pemerintah adalah mengatur dan memberikan perlindungan kepada
masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga negara.
c.
Fungsi Pemberdayaan
Pemerintah dalam fungsi ini hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk
membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam menghadapi setiap persoalan
hidup.
2. Fungsi Pengaturan yang dimiliki Pemerintah
1) Menyediakan infrastruktur ekonomi
2) Menyediakan barang dan jasa kolektif
3) Menjembatani konflik dalam masyarakat
4) Menjaga kompetisi
5) Menjamin akses minimal setiap individu kepada
barang dan jasa
6) Manjaga stabilitas ekonomi
Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah pusat
meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustitusi, moneter, dan
fiscal nasional, agama, serta norma.
3. Kewenangan Pemerintah Pusat yang lainnya
a. Perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan nasional secara makro.
b. Dana perimbangan keuangan.
c.
Sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara.
d. Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia.
e.
Pendayagunaan sumber daya alam dan
pemberdayaan sumber daya strategis.
f.
Konservasi dan standarisasi nasional.
4. Tujuan Umum dan Khusus diberikannya Kewenangan
kepada Pemerintah Pusat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah
pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, meliputi tujuan umum, yaitu sebagai
berikut.
·
Meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
·
Pemerataan
dan keadilan.
·
Menciptakan
demokratisasi.
·
Menghormati
serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
·
Memperhatikan
potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut.
·
Mempertahankan
dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan negara.
·
Menjamin
kualitas pelayanan umum setara bagi semua warga negara.
·
Menjamin
efisiensi pelayanan umum karena jenis pelayanan umum tersebut berskala
nasional.
·
Menjamin pengadaan
teknologi keras dan lunak yang langka, canggih, mahal dan berisiko tinggi serta
sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yang sangat diperlukan oleh bangsa
dan negara, seperti tenaga nuklir, teknologi satelit, penerbangan antariksa,
dan sebagainya.
·
Membuka
ruang kebebasan bagi masyarakat, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
·
Menciptakan
kreativitas dan inisiatif sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerahnya
·
Memberi
peluang kepada masyarakat untuk membangun dialog secara terbuka dan transparan
dalam mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri.
C. Kedudukan dan Peran Pemerintah Daerah
1. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas
otonomi dan tugas pembantuan (asas Medebewind). Tugas pembantuan
merupakan kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ruang
lingkup wewenangnya bercirikan tiga hal berikut.
1.
Materi yang dilaksanakan tidak termasuk
rumah tangga daerah-daerah otonom untuk melaksanakannya.
2.
Dalam menyelenggarakan tugas
pembantuan, daerah otonom memiliki kelonggaran untuk menyesuaikan segala
sesuatu dengan kekhususan daerahnya sepanjang peraturan memungkinkan.
3. Dapat diserahkan tugas pembantuan hanya pada
daerah-daerah otonom saja.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa
pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
menjadi urusan pemerintah pusat.
Beberapa
urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota meliputi
beberapa hal berikut.
- Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
- Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
- Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
- Penyediaan sarana dan prasarana umum.
- Penanganan bidang kesehatan.
- Penyelenggaraan pendidikan.
- Penaggulangan masalah sosial.
- Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
- Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
- Pengendalian lingkungan hidup.
- Pelayanan pertanahan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, kewenangan provinsi sebagai daerah otonom,
adalah meliputi bidang-bidang pertanian, kelautan, pertambangan dan energi,
kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian,
penanaman modal, kepariwisataan, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan
nasional, sosial, penataan ruang, pertanahan, pemukiman, pekerjaan umum dan
perhubungan, lingkungan hidup, politik dalam negeri dan administrasi publik,
pengembangan otonomi daerah, perimbangan keuangan daerah, kependudukan, olah
raga, hukum dan perundang-undangan, serta penerangan.
Pemerintah
daerah berkewajiban untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan masyarakat
daerah, yang meliputi kegiatan berikut.
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan
kesatuan, kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
b.
Meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat.
c.
Mengenbangkan kehidupan demokrasi.
d.
Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
e.
Meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan.
f.
Menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan.
g.
Menyediakan fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak.
h.
Mengembangkan sistem jaminan sosial.
i.
Menyusun perencanaan dan tata ruang
daerah.
j.
Mengembangkan sumber daya produktif di
daerah.
k.
Melestarikan lingkungan hidup.
l.
Mengelola administrasi kependudukan.
m.
Melestarikan nilai sosial budaya.
n. Membentuk dan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
Indikator
untuk menentukan serta menunjukkan bahwa pelaksanaan kewenangan tersebut
berjalan dengan baik, dapat diukur dari 3 tiga indikasi berikut.
a. Terjaminnya keseimbangan pembangunan di
wilayah Indonesia, baik berskala lokal maupun nasional.
b. Terjangkaunya pelayanan pemerintah bagi
seluruh penduduk Indonesia secara adil dan merata.
c.
Tersedianya pelayanan pemerintah yang
lebih efektif dan efisien.
Sebaliknya,
tolok ukur yang dipakai untuk merealisasikan ketiga indikator di atas, aparat
pemeritah pusat dan daerah diharapkan memiliki sikap sebagai berikut.
1) Kapabilitas (kemampuan aparatur),
2) Integritas (mentalitas),
3) Akseptabilitas (penerimaan), dan
4) Akuntabilitas ( kepercayaan dan tanggung jawab).
2.
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan
Otonomi Khusus
Pasal 18 B
Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang”.
a.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, beberapa hal yang menjadi
pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2.
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai
ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai
daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing,
serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
4. Wilayah
Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten
administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah
paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal
untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang.
6.Gubernur
dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk
mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana
dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota
Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan
usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
b.
Daerah Istimewa Yogyakarta
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012, keistimewaan DIY meliputi
(a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan
wakil gubernur, (b) kelembagaan Pemerintah DIY, (c) kebudayaan, (d) pertanahan,
dan (e) tata ruang.
c.
Daerah NAD
Daerah NAD menerima status istimewa pada 1959. Status istimewa
diberikan kepada NAD dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor
1/Missi/1959.
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Nanggroe Aceh Darussalam, keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan
kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di
Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan
kehidupan adat yang bersendikan agama Islam, penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam,
peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh, serta penyelenggaraan dan
pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d.
Otonomi Khusus Papua
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua adalah sebagai berikut.
1) Pertama, pengaturan kewenangan antara
Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut
di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan.
2) Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak
dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3)
Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik yang berciri:
·
Partisipasi
rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
·
Pelaksanaan
pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar
penduduk asli papua pada khususnya dan penduduk provinsi papua pada umumnya
dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan
berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
·
Penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab
kepada masyarakat.
3.
Perangkat Daerah sebagai Pelaksana
Otonomi Daerah
Besaran
organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor
kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas
yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan
kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian
dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas.
Sekretaris
DPRD mempunyai tugas berikut.
a.
Menyelenggarakan administrasi
kesekretariatan DPRD.
b. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD.
c. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD.
d. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli
yang diperlukan oleh
DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah.
Dinas Daerah merupakan
unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah. Lembaga Teknis Daerah merupakan
unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik.
4.
DPRD
DPRD
memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Adapun hak yang dimiliki
DPRD adalah hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Hubungan antara
pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara
dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga
pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak
saling membawahi.
5.
Proses Pemilihan Kepala Daerah
Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga
negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.
6.
Peraturan Daerah (Perda)
Perda
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota
dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah.
7.
Keuangan Daerah
Daerah
diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa:
1)
kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah
yang diserahkan;
2) kewenangan
memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah serta hak untuk
mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah
dan dana perimbangan lainnya;
3) hak
untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain
yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Pengaturan
pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa kepala daerah (gubernur/bupati/wali
kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggung
jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan daerah.
Sumber
pendapatan daerah terdiri atas sumber-sumber keuangan berikut.
1.
Pendapatan Asli Daerah ( PAD),
yang meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
2. Dana
Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus.
3. Pendapatan daerah lain yang sah.
D.
Hubungan Struktural dan Fungsional
Pemerintah Pusat dan Daerah
1.
Hubungan Struktural Pemerintah Pusat
dan Daerah
Dua cara
yang dapat menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Cara
pertama, disebut dengan sentralisasi, yakni segala urusan, fungsi, tugas,
dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara Kedua, dikenal
sebagai Desentralisasi, yakni segala urusan, tugas, dan wewenang pemerintahan
diserahkan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.
Terdapat
tiga faktor yang menjadi dasar pembagian fungsi, urusan, tugas, dan wewenang
antara pemerintah pusat dan daerah.
1) Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi
negara sebagai kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah pusat.
2) Fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan
secara beragam untuk seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
3) Fungsi pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan
masyarakat luas dan tidak memerlukan tingkat pelayanan yang standar, dikelola
oleh pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan daerah
masing-masing.
Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan
daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan
ketentuan tersebut daerah diberi kesempatan untuk membentuk lembaga-lembaga
yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
2.
Hubungan Fungsional Pemerintah Pusat
dan Daerah
Hubungan tersebut terletak pada visi, misi, tujuan, dan
fungsinya masing-masing. Visi dan misi kedua lembaga ini, baik di
tingkat lokal maupun nasional adalah melindungi serta memberi ruang kebebasan
kepada daerah untuk mengolah dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan
kondisi dan kemampuan daerahnya. Adapun tujuannya adalah untuk melayani
masyarakat secara adil dan merata dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara fungsi
pemerintah pusat dan daerah adalah sebagai pelayan, pengatur, dan pemberdaya
masyarakat.
Download Bukunya : http://bse.kemdikbud.go.id/download/fullbook/20142407133383
0 komentar:
Posting Komentar